Ojek itu sekarang
sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia kawasan tengah kota.
Kalau dulu, artis naik ojek saja jadi bahan pergunjingan. Karena dirasa,
“ohmen.. masa artis beken naik ojek-kenapa nggak naik taksi sih kan duitnya
banyak?”, sekarang sudah biasa.
Yah, kecuali
kalau yang naik itu Obama. Dia sih apa-apa dikit yang berhubungan sama
Indonesia, ya mesti jadi pembicaraan.
*inget satay
ayam-nasi goring dan menteng
balik ke
ojek.
Secara ya,
halanan Hakarta *no ini bukan typo –sungguh keham adanya. Macet dimana-mana.
Janji temu dimana-mana. Apalagi lah yang bisa mengantarkan diri ke tempat lain
dalam waktu singkat? Mengingat waktu tempuh yang abnormalnya dijalani sekitar
15 menit, harus rela ditambah jadi 45 menit di waktu normal.
*cat: waktu
abnormal adalah saat-saat tenang. Seperti hari-hari akhir puasa atau setelah
banjir besar.
Saking
kuatnya ojek, sampai-sampai kalau ada janji ketemuan, di otak langsung mikir
jalan mana yang bisa ditempuh dengan ojek. Dan kira-kira berapa ongkirnya.
Beberapa
waktu lalu, I mesti pergi ke tengah kota. Karena badan kurang enak, suasana
kurang asik, akhirnya diputuskanlah untuk menggunakan ojek agar sampai di
tempat tujuan dengan selamat dan cepat. Jadilah, dari Cileduk – Kuningan
berojek-ria dengan ongkos: 70rb plus sebotoh pucuk harum.
Nah, semalam
aku bermimpi ~ mimpi buruk sekali..
*eh apa sih
Semalam aku
juga ada janji temu dengan seorang teman untuk suatu hal di bilangan selatan
ibu kota. Awalnya mau naik bus, karena jaraknya tidak terlalu jauh. Etapi
ternyata, pas jam pulang kantor , hujan turun dengan derasnya. Mengakibatkan si
pacar tidak bisa datang *mbak, ini kan bukan lagu dangdut!
**iya maaf,
kelepasan
Karena hujan
itu, aku berangkatnya mepet-mepet. Setelah SMS menjelaskan akan datang telat,
aku beranjak menuju ojek depan STC. Tawar menawar, dia mengajukan 30rb dan aku
keukeuh 25rb. Sok jual mahal, lalu pergi –eh malah gak dipanggil kembali. H U F
T. ya sudah, jadinya naik kopaja 19 turun di seberang Pasaraya Blok M. dari
situ, niatnya mau naik ojek. Karena aku pikir, akan lebih murah dari tawaran
ojek pertama depan stc tadi.
Ndilalah…
Ojek kedua
yang aku temui berasal dari Sumatera Utara, terlihat dari aksen dan gesture
tubuh yang kebatak-batakan. Dengan enteng si abang itu membuka harga 5orb!
Astaghfirullah…
kebangetan emang…
“Emang
maunya berapa?” Tanya si abang berbadan besar itu
“Ya elah
bang, kalau saya sebut ntar marah… nggak usah deh, nggak papa.. terima kasih,”
kataku santai sambil ngeloyor meninggalkan si abang apeu itu.
20 m dari
situ, ada ojek lagi. Kali ini bapak-bapak sudah agak tua dan berasal dari Jawa.
Pas aku bilang mau ke sini, dia buka harga 30rb.
“Pak, masa
dari Senayan 30rb, dari sini juga segitu.. saya pikir dari sini lebih murah..”
kataku agak kaget. Tapi tetap pasang senyum dan menggunakan aksen Njawi, biar
dianggap akrob gitu. “10 atau 15 deh ya..”
“Yah neng,
gak deh kalau segitu..” tampiknya
kembali mundur.
“Ya sudah
nggak papa Pak. Makasih,” kataku tetap senyum. “Saya jalan aja ke sana *nunjuk
sembarang*”
Tiba-tiba
entah ada angin apa, seorang bapak ojek menghampiri. Dengan sedikit panic dan
cukup bikin kaget.
“Tunggu di
sini neng, pasti ada kok ojek yang mau.. udah tenang aja. Diam di sini dulu..”
katanya cepat sambil berjalan ke arah kumpulan ojek.
“Pak, nggak
usah.. kalau nggak ada ya nggak apa-apa…” teriakku agak kaget. Tapi dia keburu
berlalu. Tak lama, dia kembali sama ojek yang bersedia mengantarkan aku ke
lokasi dengan ongkos 15rb saja.
Inti dari
cerita ini:
Masih ada
orang baik!
Sok asik aja
sama kang ojek. Mereka juga manusia kok.
*apasih?
0 komentar: (+add yours?)
Posting Komentar