balada shampoo di mata

1 komentar

Tadi pas mandi, aku melakukan kebodohan macam di pelempelem komedi slapstick... Yakni, mencipratkan shampoo ke mata.

Well, gak tepat sih dibilang 'nyiprat' karena gak sedikit shampoo yg masuk.

Jadi gini, karena shampoo abis, aku pakai shampoo sachet kan. Gak ada gunting, alhasil aku mencoba membukanya dengan penuh tenaga sambil berharap Lukman Sardi mau diajak foto bareng >>ini apa sih?

Nah, pas lagi berkutat dengan bungkus plastik yang entah kenapa sedang akrob dan berkonsolidasi dengan lapisan dalamnya, terasa sulit dibuka.. Digigit, ditarik, dipaksa.. Semua dicoba. Tapi tetap tak terbuka kecuali setitik lubang kecil yang terlihat menumpahkan sedikit cairan shampoo.

Tanpa pikir panjang, masih dengan posisi semula, kaki di kepala dan kepala di hatimu *eh, aku pencet bungkusan itu..

Lantas...

Crooooooooot...
Sekitan 25mm cairan terbang dari landasannya melalui lubang kecil, straight in to ma eyes...

Gosh...

Perih..!! Iyalaaah.. Perih banget. Beruntung aku masih ingat katakata di balik bungkus semua shampoo... 'Jangan sampai terkena mata. Bila terkena, basuh segera dengan air' dan itulah yg aku lakukan...

>> Tentunya, sambil nangisnangis manggilin mama.. Ekekeke...

Melihat pengalaman barusan yang menyisakan mata sebelah kiri sipit dan memerah, aku mau berbagi tips kalau satu hari kalian mengalami kejadian yang sama...

1. Buruburu basuh dengan air, paling tidak untuk menghilangkan rasa panas yang -entah kenapa tercipta

2. Setelah sedikit tenang,buruburu masukan mata *dicopot dulu kalo bisa -eh, emang Mad Eye Moody?* ke dalam air.. Cobalah dikedipkedip dan ditekan pelanpelan. Yeah, I know.. Ini perih banget. Tapi berguna untuk membersihkan mata dari shampoo..

3. Sediakan gunting di kamar mandi. Atau kalau tidak, please be prepared dengan menggunting ujung bungkus shampoo sachetan terlebih dahulu sebelum masuk kamar mandi..

4. Jangan lupa untuk mengajak teman ikutan membaca blog ini... >>Loh promosi..

Baiklah.. Itu saja yang dapat saya sampaikan, lebih kurangnya dipas-pasin aja biar muat..

dalam ruang hampa udara

0 komentar

‎Kesendirian itu memang tak selalu indah
Tapi ia mampu mengeluarkan semua rasa
Dalam kehampaan yang berima dengan udara,
Sekat kata seolah tak mendepak isi kepala
Menumpahkan kalimat penuh makna
-yang tak terlihat makna

Deru teriakan berpusing di dalam hati
Memberontak ingin keluar dari kungkungan jiwa
Nurani menjaganya tetap disana
Demi membuat telinga tak tergores duka

kalau anak punk jatuh cinta

0 komentar

Punk In Love
Punk In Love

mm... bukan mau bikin lagu, apalagi ngebentuk ben bernama itu. Walau suka mendengarkan lagu-lagu dari band yang mengklaim dirinya sebagai band punk, kelabu sama sekali tak pernah menganggap dirinya seorang punker yang -konon kabarnya anti kemapanan >> ok, kita gak akan ngebahas definisi punk dipostingan ini, lo klik ini aja kalau mau tahu lebih lanjut.

Therefore, postingan ini juga tidak akan membahas bentuk pergerakan yang dimulai di Inggris sejak tahun '60 akhir awal '70, yang dimana merupakan satu gerakan perlawanan kepada kaum kapitalis yang waktu itu mulai menduduki berbagai aspek di negeri sana...

*eh, katanya gak mau ngebahas begituan? Mbak ini plinplan sekali loh...

maap ya, kalo cerita emang suka gak nyambung. Lompat-lompat, kayak kangguru. Maklum deh, namanya juga ajeng

**sumpah ini gak nyambung dan jangan pernah tanya kenapa barusan ngetik itu**

niweeeeeeeeyyyy...barusan kelabu yang cantik dan ciamik ini *suara muntah di sekeliling* baru saja selesai menonton satu film lokal yang judulnya itu,

*mana mbak?*
**itu loh**
*mana?*
**itu diatas, masa gak liat?**

bletttaaakkk!!!!>>gak ada seriusseriusnya kalo cerita. Absurd dasar!

Baeklah, lanjut..
Seperti judulnya, film ini memang mengisahkan anak punk yang sedang jatuh cinta. Bahkan saking cintanya sampai rela melakukan perjalanan jauh, dari Malang hingga Jakarta.

Adalah Arok [Vino G. Bastian], yang ditinggal -nyaris kawin oleh cewek yg dia suka, Maia [Girindra Kara] ke Jakarta. Nyaris bunuh diri, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta, barengan sama tiga sahabatnya, Woro [Yogie Finanda], Almira [Aulia Sarah] dan Yoji [Andhika Pratama]. Berbekal uang pas-pasan mereka pun bertualang ke ibukota. Menumpang truk, mobil pribadi hinga mobil jenazah dilakoni. Ngamen juga dilakukan ketika perut lapar meronta minta diisi.

Akhirnya, setelah melalui perjalanan panjang -hingga masuk penjara, Arok berhasil bertemu dengan Maia. Happy ending.. Semua hidup bahagia.. Menyenangkan.

Lantas apa yg menarik?
Awalnya sama sekali gak tertarik untuk menonton. Karena mengira, film ini hanya akan pamer kekerenan, poser beraksi gitu deh.. Tapi ternyata, beyond ma expectation, film ini mampu menyuguhkan cerita yang -sebenanrnya ringan tapi terlihat berisi dengan cerdas.

Adegan demi adegan dibangun dengan kocak -tanpa butuh komedi porno atau slapstick menjemukan. Film ini juga seolah ingin merubah paradigma yang ada...

*stoooooop!!!! Bisabisanya berbahasa tinggi macam tu... Ckckck.. Pintar kamu sekarang!!!
**suuuut.. Nyontek dari kompas..

Lanjuuut...

Yes, pelem ini menunjukan bahwa anak punk yang sering kkita temui di jalanan itu. Yang kotor, kumal, tak tahu sopan santun tata krama.. Justru disini, empat tokoh utama digambarkan sebagai sosok yang seperti anak normal pada umumnya. Sayang dan hormat pada orang tua, merasakan jatuh cinta. Mereka tak segan untuk hidup susah dan sama sekali tak susah untuk membantu sesama.

Ada beberapa adegan seru di film ini. Sengaja gak berurutan biar terlihat keren.
*alasan, padahal lupa*

1. Waktu Al tibatiba dapet dan mau beli pembalut dua biji. Sempat hampir kelahi tapi ternyata empunya warung adalah Aremania juga [syal Arema tergantung di tas Almira] hingga akhirnya mereka malah dikasih gratis

2. Waktu Woro kakinya kena tetanus dan pingsan. Dibawa ke klinik tapi gak diterima karena penampilannya nyampah. Hingga akhirnya Arok dan Yoji menculik dokter untuk merawat Woro. Disini Woro sempat dikira meninggal dan bikin semua menangis

3. Waktu nge-BM di truk tepung yg menuju Semarang. Ketika sampai ternyata kotanya lagi banjir, semua pun basah kuyup

4. Ah... Banyak deh, harus liat sendiri. Hahahaha...
*tuh kan, beneran lupa*

Niwey... >> Lagi seneng pake kata ini.
Yg paling kocak adalah dialognya. Celetukannya. Selain terdengar spontan, juga karena mereka menggunakan bahasa Jawa. Walau yg cewek aksennya kurang kuat.

Kalau kalian pikir film ini akan penuh dengan katakata kasar? Kalian salah... Mungkin karena mereka orang jawa ya.. Jadi b
Ngomong marah pun tak terdengar galak, hehehe...

Yang terakhir...
Faktor muka para pemainnya juga berpengaruh loooh...
Iyalaaaaah... Who can't resist the charm of Vino, Andhika dan Yogi??

Ekekekeke...

Overall..
This movie is sure -indeed, be one of my fave Indonesian movie!

Superb!

setahun kemarin

0 komentar

Wah, tak terasa... tahun 2010 sudah hampir berakhir dan diganti sama 2011... bukannya bosan, tapi masa jabatannya memang sudah habis. Dan 2010 bukan seperti #NurdinTurun Khalid yang keukeuh sumeukeuh gak mau turun juga..


*eh, kok bahas ginian sih?

**oh iya, maap, kebawa euphoria tadi...


tapi, beneran.. tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Sering banget kan denger orang atau mungkin kamu sendiri bilang, 'perasaan baru kemaren deh ke Dufan pas weekend, sekarang udah Sabtu lagi...'


waktu memang gak bisa berhenti. Mau kita stop melangkah untuk sekedar ngupil atau garuk pantat >> jangan curhat!


Niwey... apa saja yang sudah terjadi tahun 2010? selain kasus video porno, studi banding, gayus nan jayus atau the latest one, #TimNasGaruda?


Well, im not gonna post those stuff, karena toh lo bisa googling. Cari aja di kaleidoskop 2010.. banyak deh disitu lo bisa baca.


Sekarang aku mau sharing aja things happened to me on 2010 >> terinspirasi dari blog si bibirmerah DinaEski


yang terjadi dalam kehidupan Upilkelabu aka Ajeng Safitri Riandarini:


  1. Gak terdaftar sebagai karyawan PT. Aneka Yess! Group. Setelah dua tahun membuat kacau salah satu majalah tertua di Indonesia itu, he he... tapi, jalinan kekeluargaan kita gak akan pernah berakhir, well, at least, gak sama semuanya.. LOL

  2. Sempat jadi freelancer di beberapa media. Yang berarti, memperluas pergaulan hingga bisa bertemu banyak orangorang hebat di dunia lain *mbak, emang situ Harry Pantja?

  3. Membuktikan diri kalau dirinya cukup keren untuk bisa diterima jadi TransCorp. Walau akhirnya ditolak karena lebih milih ke majalah, he he...

  4. MENIKAH. Yeah, i've been stepping into the new world of me. Being somebody's someone.banyak yang kaget dan menyangka yang bukanbukan...

  5. KD dan Anang cerai

  6. Kerja di majalah musik yang amat sangat menyenangkan...

  7. nonton konser tanpa henti. Nyaris semua konser aku datangi. Dari yang metal sampe yang ajeb-ajeb. Menambah khasanah dan wawasan...

  8. pindah rumah. Yeah, mengikuti point ke-4 tadi, aku dan suamiku si bolang Dhany memutuskan untuk mencoba lebih mandiri dan pindah ke rumah baru. Hasilnya? Terbukti, ternyata aku amat sangat mirip mama, in some ways...

  9. Jadi seorang show director dalam sebuah acara. Naik kelas, karena tadinya hanya berstatus asst. Show D...

  10. apalagi ya? Well,... tak terpikir. Yang jelas, hampir semuanya menyenangkan kok.. kalau kamu? Apa yang terjadi kemarin? Boleh loh di share!

Curah Hujan

0 komentar

Curah hujan

menjadi samudera

membenamkan

sebuah jawaban


tentang pelangi

dan tentang bulan...


langit terang

gemintang dibalik segumpal awan

tertutupi mega

[yang gelap dan gulita]

ini memang

[ditakdirkan untuk umat manusia]

sudah kehendakNya

[Tuhan Yang Maha Kuasa]


tentang aku oh,

dan tentang dia...


resah mana yang kau beri?

Rindu mana yang terpatri?

Di diri...



samudera pun

[samudera yang biru membentang halus]

tak akan mengering

[kering dan kering berhening]

membentangkan

[membentangkan lembah luas terhampar]

ke lembah yang bening

[suci dan halus bergeming]


tapi dia hilang entah kemana

tapi dia hilang entah kemana


sebuah lagu dari Harry Roesli, Curah Hujan

Nat King Cole 2011

0 komentar

ah lupa,
mau cerita... tadi abis preskon Java Jazz buat tahun depan. Biasa aja sih, terutama karena gak dapet makanan!
>>wartawan masa kini, yang dateng ke preskon demi makanan ihihiy...

satu yang menarik adalah...
kehadiran George Benson!
uyeee...
well, gak segitu ngefans-nya sih... tapi kali ini dia bakal menggelar konser tribute..
tribute to Nat King Cole...

hmmm...
should i say more?

can't wait!

Kebiasan BBuruk

0 komentar

satu hal yang paling menyebalkan yang -sayangnya jadi kebiasaanku adalah:

membiarkan BB yang batrenya tinggal segaris tanpa dicharge...

akibatnya, panik kalau tibatiba harus pergi keluar kantor..

blah!
BB pun metong..

and that's why...
sometimes peeps susah to reach me...

walau katanya BB bikin komunikasi tak terputus
blah #2
its all lie!
gimana mau dipake kalo gak ada batrenya

ok then,
aku nungguin BB setengah penuh dulu, baru cabut...

sabar ya suamiku...

merah itu darah [ceritamini]

1 komentar

Tidak ada yang menyadari istimewanya gadis kecil yang sedang duduk manis di ruang tunggu di ruang dokter siang itu. Rambutnya yang panjang kehitaman tergerai lurus sebahu, dengan pita sebagai penghias di ujung kepala. Matanya bundar dan berwarna cokelat. Senyuman terpatri di bibir kecil ketika pandangannya jatuh ke sebuah aquarium yang memajang dua ekor ikan mas cantik di dalamnya.


Nomer 27” terdengar suara suster yang duduk di ujung ruangan. Sepasang suami istri yang masih muda bangkit dari duduknya, dua kursi dari si gadis kecil, dan kemudian masuk ke ruang dokter. Decit besi bersentuhan dengan ubin terdengar dari kaki kursi yang digeser suster, ketika ia bangun untuk pergi ke kamar kecil. Ruangan yang tak terlalu besar itu kini hanya berisi tiga orang. Gadis kecil, ibunya serta seorang pemuda bermasker di seberang meja yang penuh dengan tumpukan Koran dan majalah.


Tak terdengar suara apapun kecuali detik jam dinding warna putih yang tertempel di tembok ruang tunggu. Sang gadis kecil kemudian berdiri dan berjalan menuju aquarium sementara pemuda mulai memejamkan matanya, kepalanya pusing, badannya hangat dan ia butuh tidur.


Aquarium itu tak terlalu besar. Bentuknya bundar. Selain ikan, hanya ada dua batang rumput laut artificial sebagai penambah keindahan. Aquarium itu terletak di sebuah meja bundar kecil yang tak terlalu tinggi. Sang gadis makin mendekat, tangannya terangkat dan mulai masuk ke dalam air. Air bergolak dan berkecipak ketika tangannya bergerak berputar dalam tempo pelan. Dua ikan di dalamnya nampak bingung. Dengan penuh keingintahuan mereka mendekat ke tangan itu.


Hap…


Seekor ikan masuk dalam jeratan jari-jari si gadis kecil. Senyum makin lebar kini tersungging. Tangannya ditarik dari dalam air, dengan ikan yang menggelepar liar di sela jarinya. Sekali lagi mata bundar cokelat itu memandang pada si ikan yang kini diam pasrah menanti hidup selanjutnya. Pelan tapi pasti mulut sang gadis terbuka, dan memaksa ikan untuk masuk dalam kegelapan abadi di dalamnya.



10 tahun kemudian…


Sepasang tangan nampak bergelayut dari balik kursi kayu berwarna kuning. Mereka terikat, ada tali tambang putih bernoda cokelat kemerahan yang menyatukannya. Ruangan itu temaram, satu-satunya penerangan berasal dari lampu yang bergoyang pelan di sudut ruang. Hanya ada dua kursi kayu kuning dan satu meja makan kecil di dalamnya.


Tangan yang tadi bergelayut tiba-tiba tersentak. Menandakan empunya mulai bergerak. Rintihan pelan terdengar. Tak jelas karena mulutnya disumpal dengan kain putih. Matanya tertutup, ditutup dengan menggunakan lakban hitam yang pastinya akan sangat perih bila nanti dibuka. Dengus nafas terdengar cepat.


Sosok semampai nampak duduk di kursi kuning di seberangnya. Ketika ia bangkit dan berjalan mendekati lampu, nampak bahwa sosok semampai itu adalah seorang gadis cantik berambut hitam pekat yang dikuncir tinggi. Matanya cokelat dan tajam, sambil melirik sosok terikat di depannya, ia memegang rantai lampu dalam usaha membuatnya diam tak bergerak.


Sebelah tangannya memegang kapak kecil, seperti yang biasa ditemukan di dalam bus kota untuk memecahkan jendela dalam keadaan darurat. Ia beranjak ke sosok terikat yang kini mulai merintih lebih keras. Mata cokelatnya bulat membesar ketika tangannya terangkat.


Wuzz…


Darah mengalir pelan diantara kapak dan kulit kepala si sosok terikat diiringi teriakan tertahan dari mulut yang tersumpal kain. Tak lama, ruangan kembali sepi dan gelap. Lampu telah dimatikan. Sang sosok semampai juga sudah tak ada lagi.

cerita baru

0 komentar

hi world!! hi blog..

huplaa...
setelah beberapa lama berkutat -lagi sama detlain
baru kali ini aku bisa santai sambil jualan kain
*loh, mbak.. emang ini pasar baruuu??
uuu...*

eniwey,
setelah beberapa lama berkutat -lagi sama detlain
... eh, ini kok diulang lagi deh...
aneh ah kamu..

hihi..

baiklah...
setelah kemaren sibuk berdetlain ria,
karena nggak cuma ngurusin tulisan majalah saja,
tapi juga kerjaan sampingan yang menggila
baru sekarang bisa menghela nafas lega
akhirnya selesai juga

kemaren itu,
sempet-sempetnya bolos
demi ngerjain side job buat nutupin hasil boros,
kerja sehari di FX, terus sempet ke Taman Safari
sempat juga -nyaris berantakan,
alhamdulillah semua aman..

lantas kembali ke kantor
ngerjain tulisan lagi sampe bibir jontor
dan finale, kemaren semua udah selesai gak pake kolor
*eh, apa sih ini?

ya gitu deh...
next time cerita lagi

oh iya, speaking about cerita..
sudahkah kalian membaca tulisan2 ceritamini ku di blog ini?
komen doong..

aku jadi pengen nerbitin buku..
*loh

Mirza Membantu [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no.10/2009]

Mirza Membantu


Si Mirza tuh ganteng banget deeeh…pengen kenalan deh… kayaknya orangnya asiik… huh… gimana caranya yaa??”

Mendengar kata ‘ganteng’, Upik langsung merubah posisinya. Pandangan matanya jatuh ke titik-titik berbentuk wajah orang di layar. Tampak sesosok cowok mengenakan topi lagi menolong seorang bapak menyebrang jalan. Mata bulat Upik tiba-tiba bersinar.


“Wah… bentar lagi lo ulang tahun nih!” kata Upik tiba-tiba. Mata bulatnya makin membulat melihat kalender di handphone-nya yang sudah dikasih tanda ulang tahun sahabatnya, Dicioka.

“Ya terus???” jawab yang dimaksud.

“Lah… kok kaku banget sih..” kata Upik lagi. “Lo mau kado apa?”

“Aduh, nggak penting deh ulangtahun-ulangtahunan. Kayak anak kecil aja…” jawab Dicioka ke Upik yang sekarang sudah bangun dari duduknya.

“Pokoknya ulang tahun kali ini gue bakal ngasih lo kado terindah deh!” teriak Upik sambil berlari keluar kelas. Tasnya yang segede gaban sempat menyenggol Kak Galih, kakak kelas yang galak dan hobi menindas adik kelas.

“Upiiiiik!!!” teriak Kak Galih dengan suara khasnya yang menggelegar.


Bukan tanpa alasan sih kenapa Upik pengen banget ngasih kado yang indah buat sahabatnya itu. Soalnya, Dicioka kan lagi berduka gara-gara ikan mas kesayangannya yang dikasih nama Syaiful baru saja tewas. Sekedar info, tuh ikan bukan sembarang ikan. Selain bisa berenang, Syaiful juga bisa muter-muter di aquarium kecil di sisi tempat tidur Dicioka tanpa pernah mengeluh pusing! Ajaib kan?? *ditimpuk gundu sama pembaca…*

Kejadiannya sih seminggu yang lalu, tapi sampai hari ini Dicioka masih suka sedih gitu. Tiap kali ada yang nyebut-nyebut kata ikan, air ataupun manggil Syaiful. Dan yang bikin bete, nama ketua kelas mereka adalah Syaiful yang bikin tuh nama sering banget kesebut dan bikin Dicioka makin sedih.

Nah, sebagai sahabat yang baik, tentunya Upik yang asli Padang ini bakalan ngasih sesuatu yang bikin Dicioka senang, atau paling nggak tersenyum. Sayangnya, Upik sama sekali nggak tahu apa yang lagi dipengenin sama Dicioka. Sebenarnya sih, sahabatnya itu lagi pengen punya Blackberry, tapi nggak mungkin lah Upik ngasih dia gituan. He he…


“Dic… lagi ngapain lo??” kepala keriting Upik nongol dari balik pintu kamar Dicioka yang sedikit terbuka. Tanpa dikomando, dia langsung masuk kamar dan selonjoran di kasur Dicioka yang berselimutkan bedcover gambar Sin-chan.

“Lagi nonton. Emang lo nggak lihat?” jawab Dicioka tanpa mengalihkan pandangan dari layar kaca berukuran 21 inci itu.

“Nonton apaan sih? serius bener…” Upik tetap dalam posisi selonjorannya tanpa melihat ke arah televisi.

“Nih, acara keren. Judulnya, Mirza Membantu. Ceritanya tentang kehidupan orang yang kurang mampu, terus dibantuin sama cowok bernama Mirza yang jadi host-nya” jelas Dicioka panjang lebar. “Si Mirza tuh ganteng banget deeeh…pengen kenalan deh… kayaknya orangnya asiik… huh… gimana caranya yaa??”

Mendengar kata ‘ganteng’, Upik langsung merubah posisinya. Pandangan matanya jatuh ke titik-titik berbentuk wajah orang di layar. Tampak sesosok cowok mengenakan topi lagi menolong seorang bapak menyebrang jalan. Mata bulat Upik tiba-tiba bersinar.


Sampai di rumah, cewek Padang yang hobi berenang ini langsung mendaratkan kaki di kamar kakaknya, Stephanie yang adalah seorang reporter majalah remaja. “Kak… punya nomernya Mirza nggak??” tanya Upik nggak pakai basa-basi.

“Mirza?? Tukang bakso depan kantor gue??” tanya kakaknya yang ngefans banget sama Gigi itu. “Atau temen SMA gue yang rambutnya keriting kayak lo??”

“Ih, bukaaan… itu loh… Mirza yang bawaain acara Mirza Membantu di tivi itu loh… masa lo nggak tau sih??”

“Iya, itu sih si Mirza temen SMA gue… kenapa, lo suka sama dia??”

“Hah… serius lo kak??” teriak Upik, bikin Stephanie kaget. Ketika dilihatnya Stephanie mengangguk Upik langsung ngeluarin hape mungilnya. “Minta nomernya dooong…”


“Dic… ada yang mau ngomong sama lo nih!” kata Upik jumawa sambil mengangsurkan hape mungilnya ke Dicioka yang lagi makan pastel di kantin. Saat itu, hari masih pagi dan hari itu adalah hari ulang tahunnya Dicioka.

“Siapa sih?? halooo….” Kata Dicioka males-malesan dengan mulut masih penuh pastel…. Bwaaaaaah…. Pastel berisi bihun yang setengah dimakan Dicioka berhamburan keluar. “Ini Mirza di Mirza Membantu?? Ah, yang bener…”


“Ah, gila lo Pik… masak tau-tau gue disuruh ngobrol sama Mirza! Kaget tauuu!!” teriak Dicioka setelah telfon ditutup. “Maluuu!! Lo ngomong apaan sama dia? Kok lo bisa punya nomer telfonnya??” teriak lagi kali ini dengan senyum di bibirnya

“Dia tuh temen SMA-nya Kak Ste… dulu mah sering main ke rumah. Tapi dulu rambutnya keriting. Karena tahu lo ngefans sama dia, ya gue telfon ajaa… biar lo seneng… happy birthday yaaa!!” kata Upik panjang lebar.

“Aaaah… Upik… makasih yaaa!!!” teriak Dicioka dengan senyuman makin lebar.


Upik Nggak Masuk [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no.08/2009]


Upik Nggak Masuk!!


Aku tuh lagi sakit… tapi aku nggak mau bilang ke kalian, karena aku nggak mau ngerepotin kalian!” kata Upik pelan. Tiga sobatnya pandang-pandangan. Nggak menyangka kalau ini jawaban yang akan mereka dengar.

“Kenapa lo nggak bilang Pik??” suara Vinvin yang lembut hati bergetar. “Kita kan sobat lo…”


Haaa… Upik hari ini nggak masuk lagi! Padahal, cewek berambut keriting yang hobi banget makan sate padang itu termasuk cewek yang rajin loh. Jarang banget dia nggak hadir dalam kelas. Maklum deh, orang tuanya kan guru. Yang selalu rajin menyuruh Upik untuk sekolah dan belajar.

Tapii… sekarang, sudah hampir tiga hari nih Upik nggak masuk. Kalau dihitung-hitung sama bulan lalu, sudah seminggu Upik nggak masuk. Waaah.. .jarang-jarang tuh. Dicil, Vinvin, dan Pie sebagai sahabatnya jadi bingung. Semua orang nanyain Upik ke mereka. Soalnya mereka nih temen deket si bendahara kelas tersebut.

Bukannya nggak peduli, tiga sobatnya itu sudah sering banget nelfonin Upik. Tapi jawabannya Cuma .. Nggak apa-apa, sakit perut aja kok… besok masuk… tenang aja… gituuu terus. Bikin tiga sobatnya yang tergabung dalam Polus Grusari bingung.


“Selamat pagiiiii!!!” teriakan nyaring Upik terdengar hingga ke kelasnya, padahal Upik baru turun dari bajaj loh. Yang berarti dia masih ada di depan gerbang sekolah, yang berarti lagi masih agak jauh dari kelasnya yang ada di pojok belakang sekolah!! He he.. hiperbolis. Teman-temannya di Polus Grusari langsung nengok, wajah-wajah yang tadinya kuyu langsung penuh harapan dengan mata yang berbinar ceria… (hiks… hiperbolis abis)

“Upiiiiik!!!!” teriak Dicil diikutin Vinvin sambil berlari. Pie nggak ikutan soalnya lagi makan pastel bumbu kacang. “Akhirnya lo masuk juga!! Selamat datang kembali temanku!” teriak Dicil lagi.

“Ya ampuunn… segitunya kah kalian kangen padaku?? Aku jadi terharu…” kata Upik sambil meletakan gembolannya di atas meja. “Aku tak menyangka, kalau kalian sayang banget sama aku… aku… aku…” kata Upik dengan gaya lebaynya yang sukses bikin dia dipanggil Upik Tropica. “I would like to thanks to my… loh kok ilaaang!?!”


waduuh… baru sehari Upik masuk, hari ini dia nggak masuk lagi. Bikin tiga sobatnya bingung. Soalnya kemarin Upik baik-baik saja, nggak mengeluh menderita sakit.

“Hmm… kira-kira Upik kenapa ya, nggak masuk?” tanya Pie sambil asik makan Pastel bumbu kacang favoritnya.

“Tau nih, tumben-tumbenan loh… biasanya dia kan paling rajin… kenapa ya??” Vinvin nggak menjawab malah nambahin pertanyaan.

“Setiap ditanya, pasti jawabannya nggak apa-apa. Tapi nggak masuk-masuk… kira-kira kenapa ya?” Dicil ikutan bertanya…

“Mungkin dia sakit… kenapa kalian nggak jenguk aja ke rumahnya??” terdengar suara lain yang –akhirnya menjawab pertanyaan mereka… serempak tiga kepala nengok. Tampak sosok Bu Kokom, guru BP mereka berdiri di belakang tiga cewek kelas dua SMA ini. “Kalau kalian pergi ke rumahnya, sekalian… ibu mau nitip…” tangan gempalnya Bu Kokom, masuk ke dalam map kuning yang ia pegang.

Surat Teguran… Surat Peringatan… Surat Panggilan Orang Tua… semua surat-surat kejam itu terlintas di kepala tiga temannya Upik. Sampai…

“Nih, uang arisan buat mamanya Upik… tolong kasihin yaa..” kata Bu Kokom sambil melangkah pergi. “Jangan lupa loh…”



Tiga pasang sepatu, tampak di depan kediaman Upik yang asri di daerah Cipinang. Sudah hampir sejam tapi tiga pasang sepatu itu masih tetap di tempat semula, depan pintu. Menandakan kalau si empunya masih betah berlama-lama di dalam rumah.

“Pik… kenapa sih, lo jarang masuk sekarang??” tanya Vinvin membuka obrolan

“Iya Pik… lo lagi ada masalah ya??” giliran Pie yang angkat suara.

“Cerita dong Pik… kita kan bingung. Lo jadi sering nggak masuk gini. Tahu nggak, semua orang tuh nanyain ke kita… lo kemana. Dan kita nggak tahu jawabannya…” kata Dicil yang sering dianggap sebagai Jubir Polus Grusari.

Hhh… “ Upik hanya menghela nafas. “Maafkan aku teman-teman… aku bukannya malas-malasan.. tapi…”

Tiga pasang mata melotot ke arahnya, menanti sebuah jawaban atas pertanyaan mereka selama ini…

“Aku tuh lagi sakit… tapi aku nggak mau bilang ke kalian, karena aku nggak mau ngerepotin kalian!” kata Upik pelan. Tiga sobatnya pandang-pandangan. Nggak menyangka kalau ini jawaban yang akan mereka dengar.

“Kenapa lo nggak bilang Pik??” suara Vinvin yang lembut hati bergetar. “Kita kan sobat lo…”

“Aku malu Vin… aku malu… “ Kata Upik hiperbolis.

“Emang lo sakit apaan sih??” Pie berkata pelan. Takut mendengar kenyataan

“Kata dokter aku cacingan… makanya sering sakit perut…”


wak wauuu… tiga pasang mata melotot ke arah Upik sebentar, sebelum…


“Huaahahahahahaa…..”

Jadi Anak Paskib [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no.15/2009]

Jadi Anak Paskib


Eh Dic, lo jadi mau masuk SMA mana????” tanya Upik

“Terserah nyokap lah. Yang bagus aja. Kayaknya sih di sekolahnya dia dulu “ jawab yang ditanya

“Lo udah bilang, tuh sekolah harus yang ada ekskul paskib-nya??”

“Udah… ngg… kayaknya sih udah… “



“Pokoknya… gue mau ikutan ekskul paskibra!!” teriakan Dicil terdengar menusuk kuping Upik, sahabatnya. Cewek berambut keriting yang lagi tiduran itu sontak bangun dan melotot ke arah Dicil. “Iya Pik, gue udah memutuskan… gue bakal eksis jadi anak Paskib!! Biar keliatan keren kayak Kak Bening itu looh…”

Pikiran Upik melayang ke sosok tinggi tegap berambut sebahu yang sering mondar-mandir di depan kamarnya. Sosok kakaknya sendiri, Kak Bening yang memang adalah anggota Paskibra tingkat Walikota Tambun Selatan. “Eh, ntar dulu… kan yang ikutan paskib badannya harus tinggi tegap gitu Cil… nah elooo…” kata Upik kejam

“Emang gue kenapa??” tanya Dicil sambil ngaca.

“Yee… lo kan tambun!! Mana bisa ikutan paskib??” kali ini Upik ngomong sambil ketawa guling-gulingan

“Idiiih… liat aja nanti! Gue bakal jadi anggota paskibra juga. Paskibraka kalo perlu!”


Ternyata niat Dicil untuk jadi anggota Paskibra alias Pasukan Pengibar Bendera itu beneran keras loh. Terbukti nih, sekarang jarang banget Upik bisa ngajakin Dicil untuk menikmati siesta alias tidur siang. Karena Dicil lebih memilih untuk lari keliling kompleks dalam usahanya memiliki tubuh lebih kecil. Terus sorenya, Dicil malah sibuk latihan baris berbaris gitu di belakang rumahnya.

Sekedar info, dari kecil Dicil memang selalu nonton detik-detik Proklamasi di Istana Negara melalu televisi dan dia jadi kagum banget sama para pengibar bendera yang tingginya sama dan bisa berjalan dengan selaras dan seimbang satu sama lain. Nah, gara-gara itu juga dia pengen banget jadi anggota paskibra.

Sekedar info lagi, waktu SMP, Dicil memang nggak kepilih masuk tim paskib karena tubuhnya yang agak gempal. Makanya di SMA nanti dia ngotot banget untuk jadi anggota tim.

“Eh Dic, lo jadi mau masuk SMA mana????” tanya Upik

“Terserah nyokap lah. Yang bagus aja. Kayaknya sih di sekolahnya dia dulu “

“Lo udah bilang, tuh sekolah harus yang ada ekskul paskib-nya??”

“Udah… ngg… kayaknya sih udah… “


“Aduuuh… Dicil! Udah dong latiannya!!” keluh Upik satu kali. Hari itu, Dicil sudah bolak-balik mondar-mandir di depannya, berjalan dengan langkah tegap dan sekarang lagi berdiri dengan sikap sempurna yang –menurut Upik agak lebay. Masa, dadanya sampai dibusungkan dengan amat sangat? Bikin Dicil jadi kayak ayam seksi! He he… “Diciiiil!!! Buseeet… kapan makannya nih kita!!”

“Heh… sabar dikit kek… bentaran lah woy!” Dicil angkat suara tanpa angkat kepala dari posisi semula yang menghadap depan.

“Argh… lapar saya kalau gini caranya…” keluh Upik sambil megang perutnya. “Lagian ngapain sih, lo getol latian sampai kayak gitu… emang lo bakal kepilih??”

“Kalau nggak usaha, gimana bisa?” jawab Dicil sok serius. “Udah deh, lo tuh ya… bukannya ngedukung temen malah ngejatohin melulu. Nggak asik ah lo… nggak kayak Heidi Montag sama Spencer Pratt!”

“Idih, apa hubungannya???” Upik misuh-misuh.

“Nggak ada sih, abis baca Gossip n Fact di Aneka Yess! aja…. He he…” kata Dicil lucu. “Udah ah… gue mau latian lagi. Pokoknya… gue akan berusaha supaya gue kepilih jadi anggota paskib di SMA nanti!”



Tangan Dicil sibuk membolak-balik brosur di depannya. Matanya yang bulat makin membesar ngelihatin tulisan di dalamnya, tulisan yang menjelaskan tentang profil SMA barunya lengkap dengan fasilitas dan kegiatan ekstra kulikulernya.

“Mamaaaa… kok di sekolah yang ini nggak ada ekskul paskibnyaaaa??????” teriakan Dicil lantang membahana….

Dicil Berubah [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no.01/2009]

Dicil Berubah!

Bruk… gombreng… tang!!

Suara-suara ajaib bergaung di telinga Dina yang lagi duduk santai di depan televisi sambil nonton Kuch Kuch Hotta Hai yang diulang berjuta-juta kali. Tuh suara bersumber dari dapur, yang jaraknya lumayan jauh dari tempat duduknya Dina. Yah, kira-kira dua kali naik bis lah he he…

Dina yang lagi serius banget otomatis nengok ke dapur, terlihat sosok tambun Dicil, adiknya yang tomboy dan masih duduk di bangku kelas dua SMP lagi sibuk ngangkatin panci yang jatuh yang merupakan sumber suara-suara ajaib tadi.

Merasa dilihatin, Dicil langsung stop motion dan nengok pelan-pelan ke arah Dina yang masih memandang ke arahnya. Sambil nyengir, cewek tomboy yang hobi makan hamburger itu menganggukan kepala.

“Berisik ya kak??” tanyanya sok malu

“Menurut loooo?????”


“Dicil…. Lo dimana sih??” teriakan maut Dina terdengar hingga radius 4 Km. Sambil tergesa-gesa masuk ke dalam rumah sambil bawa selebaran kuning. “Ada lomba seru nih, pasti lo tertarik deh…” teriaknya lagi. Tiba-tiba ia berhenti di depan dapur, kepalanya dimiringkan untuk lebih memperjelas pandangannya. Sosok tambun Dicil lagi-lagi berada di dapur.

Sekedar info nih, Dicil tuh orang yang paling males masuk ke dapur. Kalau soal makan sih dia jagonya, tapi untuk nginjek dan tersangkut paut sama urusan dapur, wiih… Dicil nolak banget. Katanya bau dapur tuh nggak asyik, bikin selera makan turun. Dan Dicil nih, paling nggak terlalu doyan sama makanan rumahan yang dimasak di dapur. Jadinya sering banget Dicil makan di restoran fast food di plaza dekat rumah.

Ngelihat Dicil sekarang berdiri di dapur, lengkap dengan panci dan lap, terang aja Dina bingung. Niatnya ngasih liat Dicil selebaran kuning di tangannya pun terlupakan, padahal tuh selebaran berisi iklan lomba makan burger di restoran fast food deket rumah.

Sebagai kakak yang baik, tentunya Dina terheran-heran, kenapa juga Dicil yang anti banget masuk dapur, sekarang makin sering menghabiskan waktunya di dapur. Kalau nggak sekolah, atau les atau mandi atau main bola atau latihan nari atau baca novel The Chronicles of Narnia atau nulis blog atau ngelukis (buset… banyak banget kegiatannya), Dicil pasti berada di dapur.


“Ayo ngaku, kenapa lo sekarang jadi sering banget ngabisin waktu di dapur?” tanya Dina sama adeknya. Saat itu mereka berdua lagi duduk di teras rumah. Dina mainan kucing dan Dicil baca novel. “Lagi jatuh cinta ya?? terus lo pengen belajar bikin kue buat tuh cowok…”

“Ih, apaan sih kak Dina. Aku tuh abis nonton film-nya Michael Moore, Super Size Me. Katanya junk food tuh nggak bagus buat kesehatan, makanya aku mau belajar masak makanan sehat,” jelas Dicil cuek, sambil tetap baca novel favoritnya.

“Ah yang beneeeer…” tanya Dina lagi. Dicil cuma ngangguk dan kembali serius ngikutin cerita Pensieve bersaudara.


“Eh, dicobain ya cah kangkungnya… aku yang buat sendiri loh…” suara Dicil terdengar dari balik jendela. Dina yang lagi kayang di kamar pun terkaget-kaget, soalnya suara Dicil jadi terdengar sok imut gituh… sontak Dina langsung bangkit dari posisi semula dan beranjak ke jendela. Dilihatnya Dicil sedang berdiri di depan seorang pemuda berambut cepak dengan headband di kepala.

Hmm… mata bulat Dina makin melebar. “Ternyata itu toh alasan kenapa Dicil belajar masak??”

Begitu si cowok-berambut-cepak-dengan headband-di kepala pulang, dan Dicil lagi senyum-senyum sambil bawa piring kotor ke dapur. Dina langsung mencegatnya. “Tuh, ngaku deh… lo belajar masak karena lagi jatuh cinta ya…” tuduhnya sambil naik-naikin alis.

“Nggak juga tuh… aku lagi belajar masak biar nggak makan junk food melulu.” Kata Dicil santai sambil jalan terus menuju dapur. Meninggalkan Dina dengan posisi seperti tadi, alis naik separo dan mulut menganga serta tangan di kuping… “Huh… nggak ngaku lagi. Liat aja, gue bakal nyari tahu alasan sesungguhnya! Ha ha ha…” kata Dina dengan gaya a la Pahlawan Bertopeng.



Sambil mengendap-endap, Dina masuk ke kamar Dicil yang gelap. Berbekal senter di tangan, di melangkah ke meja belajar tempat diary Dicil diletakkan. Setelah ketemu, tuh buku langsung dibolak-balik sampai halaman,

‘Diary… Dicil barusan nonton SuperSize Me… tuh film semi-dokumenter bikin aku makin sadar kalau junk food tuh nggak baik buat aku. Hmm… mulai sekarang, aku mau makan makanan sehat ah…’

“Kak Dina… ngapain disitu…” tanya Dicil tiba-tiba… ups.. ups…

Puasa Dicil [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no. 18/2008]

Puasa Dicil

Hei Upik, puasa nggak lo hari ini?” suara cempreng Dicil terdengar

Puasa dong, “ jawab yang ditanya. “Emangnya lo, batal melulu he he...”

Enak aja... itu kan karena terpaksa,”

Terpaksa apaan? Emang ada yang maksa lo untuk duduk di warung baksonya Pak De, siang bolong gitu?”


Dicil, begitu cewek ini dipanggil. Buat teman-temannya, Dicil nih dikenal sebagai tukang makan. Hampir semua makanan dia doyan, kecuali makanan ikan sama makanan kemaren he he... pokoknya kalau ngajak Dicil makan di tempat all you can eat nggak bakalan rugi deh.

Dari kecil, Dicil memang hobi banget makan, bahkan kata nyokapnya, waktu umur dua tahun setengah Dicil sudah ngotot minta nasi! Padahal waktu itu, giginya belum juga tumbuh he he... sampai sekarang, nafsu makan Dicil nggak berkurang juga.


Aduuh... jam berapa sekarang?” tanya Dicil ke Upik sobatnya. Saat itu Dicil dan Upik lagi duduk di deretan tangga di sebuah mall dekat rumah mereka.

Ya ampuun Dicil, udah lima kali lo nanyain hal yang sama melulu ke gue...” jawab Upik yang lagi konsen baca novel yang baru saja dia beli di toko buku di mall ini.

Abis dari tadi jawabannya nggak berubah, masa dari tadi jam tiga melulu!” keluh Dicil

Ya gimana nggak sama, jeda nanya lo tuh cuma lima menit! Ya jelas aja, bedanya dikit...” jawab Upik tanpa ngelihat ke arah Dicil, soalnya dia lagi konsen banget baca. “Lagian, emang kenapa sih lo nanya jam melulu? Laper lo ya??”

Banget... hu hu...”

Idih Dicil...” kali ini Upik menolehkan pandangannya ke Dicil yang lagi duduk di sampingnya dengan pandangan memelas. “Emangnya lo nggak sahur semalem?”

Sahur sih... tapi...”

Ah, dasar tukang makan... ayo ditahan, bentar lagi buka kok...”
”Buka dari Hongkong?!? Ini aja baru jam tiga..”

Eh, nggak boleh marah gitu. Ayo tahan, mending lo baca daripada ngelamunin makanan mulu...”

Aaah... Upik... gue tidur aja deh... bangunin gue kalau udah jam setengah enam!”

Yeee... Dicil, jangan tidur disini dooong!!”


Sebenarnya sih dari kecil Dicil sudah dibiasakan puasa, tapi entah mengapa, dia nggak pernah kuat puasa. Bisa dihitung deh, berapa kali dia batal gara-gara nggak kuat menahan godaan makan. Setiap dia batal, nyokapnya selalu marahin dia, tapi lagi-lagi Dicil batal melulu. Kalau dihitung-hitung nih. Selama satu bulan, intesitas Dicil puasa tuh bisa dihitung pakai jari!

Ayahnya, Oom Richard, sampai geleng-geleng kepala. Pernah ya, Rara dipaksa puasa, tapi dia malah nangis nggak karuan terus abis itu sakit. Payah banget deh pokoknya. Gara-gara nggak mau puasa, Dicil sempat mau dimasukkin ke pesantren loh, tapi lagi-lagi Dicil nolak.


Aduh Pik... sumpah gue nggak kuat lagi!!” sungut Dicil ke Upik yang masih konsen baca Harry Potternya. “Gue mau buka saja ah...” katanya lagi sambil bangun dari posisinya semula.

Eh, Dicil... tanggung tahu... ini udah jam empat. Dua jam lagi buka kook...”

Nggak mau, gue udah nggak tahan!” gerutu Dicil. “Bisa-bisa gue sakit karena nahan makan!”

Yee.. kan sudah dibilang, puasa justru bagus buat pencernaan. Ayo Dicil, bertahan!” Upik juga ikutan bangun

Nggak! Gue nggak kuat... puasanya besok lagi deh!” Dicil melangkah masuk ke restoran fast food. Upik yang ngelihat hanya terbengong-bengong. “Mas, saya pesen paket nasi sama ayam ya, buruan... saya lapar banget,” kata Dicil di depan konter. Tanpa ngelihat ke arah sang penjual karena sibuk nyari dompetnya.

Dicil ... lo nggak puasa?” sebuah suara mengagetkannya. Suuuut... sontak Dicil mengangkat kepalanya. Dan doeng...doeng... berdiri di hadapannya adalah John, gebetan Dicil yang mukanya mirip-mirip sama Dude! Tampang John yang ganteng menatap heran ke Dicil.

Ups... Dicil nggak bisa jawab.

Gara-Gara Gina [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no. 25/2008]

Gara-Gara Gina

Pletuk…

Sebongkah kertas rada berminyak jatuh menimpa kepala Rana. Cewek tomboy berambut berantakan yang hobi banget makan cilok ini langsung misuh-misuh. Pandangannya jatuh pada kertas pembawa petaka yang barusan niban kepalanya. Sambil terus megangin rambut, kepala Rana celingukan mencari sumber tuh kertas.

Buset dah Gina… lo yang nimpuk kepala gue yak?” teriak Rana pada Gina, sobatnya yang lagi berdiri di lantai atas sekolahnya. Yang ditanya cuma cengar-cengir aneh.

Rana maklum, waktu kecil Gina memang sering step. Makanya pas gede, dia suka aneh sendiri he he…. “Ngapain sih lo ngelempar kertas? Sekali-kali, lempar pertanyaan kek, duit kek…. Asal jangan lempar batu sembunyi tangan,” teriak Rana lagi.

He he… nggak maksud kak Rana. Emang lagi buang tuh kertas bekas gorengan aja..” jawab yang ditanya. Masih tetap dengan senyum nggak jelasnya.

Buset… emang kagak ada tempat sampah?? Nyampah kok sembarangan?”

Gina nggak jawab. Tetap dengan senyum nggak jelasnya kali ini disertai pergerakan alis yang naik turun. Ew…


Na, si Dian tuh keren banget yaa… jago main gitar… jago masak… aduh, sempulna deh…” cerita Rana soal gebetannya. Tangannya sibuk mengaduk tas untuk nyari permen. Setelah ketemu, dia langsung menyodorkannya pada Gina. “Nggak kebayang deh, kalau gue jadian sama dia he he… eh, bungkusnya mana?” tanya Rana sambil masukin bungkus permen ke tasnya.

Udah dibuang. Ngapain sih, gituan aja lo simpen…” jawab Gina cuek.

Yee… kan udah dibilang jangan buang sampah sembarangan. Ntar banjir loh…” gerutu Rana

Yaelah dah… Cuma sebungkus permen. Kecil banget kaliii…”

Emang sih kecil, tapi kalau tiap hari ada seratus orang yang buang tuh bungkus permen, apa nggak jadi penuh tuh?”

Iya… iya…buset dah, cerewet banget sih lo… besok-besok nggak deh…”


Gluduuk..

Gemuruh petir memenuhi ruang dengar Rana yang lagi duduk di kamarnya Gina. Jam baru menunjukan pukul tiga sore, tapi hujan yang turun dari pagi bikin cuaca gelap banget. Rana masih sibuk memandang dan menyusun koleksi perangkonya Gina.

Sekedar info, sobatnya itu adalah seorang filatelis alias pengumpul perangko. Koleksinya banyak banget. Mulai dari perangko jadul hingga yang dari luar negeri. Semua tersusun rapi di album yang tersimpan di kotak besar.

Sementara itu, Gina lagi beres-beresin meja belajar. Sekedar info lagi, meja belajarnya Gina tuh bentuknya udah nggak jelas banget. Beragam kertas dan majalah berserakan sembarangan. Entah ada angin apa, tiba-tiba Gina jadi ngeberesin tuh meja. Wiih… dengan cekatan, Gina yang tergabung sama tim basket sekolahnya itu mengangkut segala kertas dan benda-benda lain yang nggak seharusnya ada di meja, kayak sepatu dan guci mama yang udah bocel ke dalam plastic dan mengikatnya. Lalu…


Buk…

Dengan cueknya Gina membuang tuh plastic ke halaman depan rumahnya. Sekedar info lagi nih, kamarnya Gina tuh memang terletak di bagian depan rumah.

Buset dah… kok lo buang kesitu sih?” tanya Rana bingung dan panik. “Emang nggak ada tempat sampah ya disini?”

Ya sudahlah ya…. Ujung-ujungnya tuh barang-barang juga bakal berakhir di got kayak gitu. Santai aja kali…” jawab Gina tenang. “Lagian, itu kan cuma dikit…”

Dikit dari Hongkong! Ntar kalau saluran got mampet, lo bisa kena banjir loh. Lagian, kertas-kertas kayak gitu kan bisa di-recycle Na.”

Halah… kertas daur ulang mah tinggal beli. Di toko buku banyak. Udah deh, jangan cerewet. Satu plastik sampah nggak bakal bikin banjir lah....” kata Gina ringan, sambil melihat tuh plastic sampah yang terbawa air cetek di got depan rumahnya.


Gluduuk…

Bunyi petir terdengar lagi. Kali ini disertai hujan rintik-rintik yang perlahan tapi pasti berubah deras. “Na, gue balik ah… nih, perangko-perangko lo… gue masukin lagi ke kolong tempat tidur yak!” teriak Rana sambil lari keluar kamar.


Kriiiing…. Kriiing…

Bunyi telepon jadul di HP Rana bunyi. Rana yang lagi mimpi ketemu Rian d’Masiv pun bangun. Rada bete karena mimpinya indah banget, dan langsung ngangkat telfon…

Ranaaaaaa….. rumah gue kebanjiran!!!! Koleksi perangko gue hanyut semua!!!” suara panic Gina di seberang sana terdengar.`1

Belanja Hemat [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no. 21/2009]

Belanja Hemat


Bukannya nggak mau beli apa-apa… sebenarnya sih pengen beli apa-apa, tapi Mbak Upik suka mikir lagi. Apakah barang yang Mbak Upik lihat itu memang dibutuhkan. Kalau memang nggak, ya nggak usah dibeli… sayang kan kalau buang uang untuk beli barang yang akhirnya dibuang” kata Mbak Upik lagi


“Mau kemana???” teriak Ijah keras ke sosok di depannya yang lagi siap-siap bangun

“Mau ikut mama ke ITC… “ jawab Dicil, yang ditanya dengan posisi stop-motion

“Lagi?? Ngapain lagi lo kesana?? Lo baru kemaren kan kesana?? Eh ini berima loh…” kata Ijah lagi.

“Yah itu kan kemaren… sekarang mungkin barangnya udah ganti!” kata Dicil lagi.

“Maksud lo… lo mau belanja lagi????” Ijah yang lagi megang kerupuk ikutan terbangun dan berpose seperti Dicil di depannya.

“Dikit… emang kenapa??”

“Diciiiil!!! Lo nggak boleh belanja lagi!! Ntar duit lo abis lagi kayak bulan lalu!”

“Kan masih ada lo… udah ya… duadaaaaaagh… “ Dicil nggak peduli dan langsung lari. JEDUK!!! Ehem.. itu bunyi pintu ketabrak Dicil yang memang suka nggak sinkron antara saraf motorik dan sensoriknya.


“Tadddaaaa…” suara nyaring Dicil memenuhi ruang dengar Ijah dan Pupai, si keling anak tetangga. “Liat nih, gue beli apa!!” lanjutnya sambil meletakkan tiga kantong lumayan besar ke atas kasur.

“Bused ngapain lo beli bola futsal kayak gini??” tanya Pupai si keling yang baru balik dari Thailand. “Emang lo perlu beginian ya??” tanyanya lagi demi melihat seperangkat alat sholat dibayar tunai, eh… seperangkat obeng dengan berbagai bentuk.

“Mungkin sekarang belum, tapi kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti… bukan??” kata Dicil sok bijak. “Eh, Jah… nih gue beliin sesuatu buat lo…” Dicil mengangkat baju renang warna kuning.

“Gue nggak bisa berenang!” kata Ijah cuek sambil jalan keluar kamar.

“Tapi warna kuningnya cocok buat lo… Jaaaaah…”


“Lo kenapa sih Jah, kok jahat sama Dicil. Dia kan udah bela-belain beliin lo baju renang kuning gambar kodok itu…” tanya Pupai sambil makan lontong. Saat itu mereka duduk di teras rumahnya Pupai.

“Nggak jahat, cuman sebel aja sama Dicil… bisa-bisanya dia ngabis-ngabisin duit buat beli hal-hal nggak penting!” keluh Ijah. “Gue bingung liat dia yang suka kalap kalau pergi ke toko… aneh… “

“Eh Jah… kayaknya gue bisa bantu deh. Gue punya temen yang bisa bantu mecahin masalah si Dicil” kata Pupai tiba-tiba, bikin lontong yang lagi dimakan remuk karena kegencet tangan.

“Apaan???”


“Dic, kenalin nih. Ini Upik Bdadang… “ kata Ijah. Dicil mendongak dan melihat sosok cewek berjilbab dengan senyum tiga jari berdiri di hadapannya. Nah loh… ini model Aneka Yess! yak?? “Dia nih bakal bantuin lo dengan masalah gila belanja lo itu..!”

“Apaan sih Jah??”

“Udah… tenang aja… udah ya, lo ngobrol-ngobrol dulu sama Mbak Upik!!”


“Bused dah si Ijah, bisa-bisanya nyuruh seorang pengamat keuangan keluarga ngawasin gue selama seminggu” keluh Dicil sama Kokom Rachma, temannya. “Mana galak lagi…”

“He he… itu kan buat kebaikan lo juga Dic… biar lo lebih irit gitu…”

“Irit apanya? Yang ada gue nggak bisa jajan-jajan tauuu!! Heran, apa indahnya hidup kalau nggak boleh beli apa aja???”

“Udah sabar-sabar… ntar juga lo dapet manfaatnya…”


“Aduh Mbak Upik… udah deh, masak lem aja harus bikin sendiri. Beli banyak kali!!” kata Dicil sambil megang stoples berisikan tepung kanji dan sendok.

“Tapi ini lebih irit dan bisa dapet banyak loh…”

“Mbak Upik ini hidupnya agak repot ya?? emang Mbak Upik nggak suka belanja gitu?? masa sih, nggak pengen beli apa-apa??”

“Bukannya nggak mau beli apa-apa… sebenarnya sih pengen beli apa-apa, tapi Mbak Upik suka mikir lagi. Apakah barang yang Mbak Upik lihat itu memang dibutuhkan. Kalau memang nggak, ya nggak usah dibeli… sayang kan kalau buang uang untuk beli barang yang akhirnya dibuang” kata Mbak Upik lagi

Dicil hanya terpekur.


Happy birthday Ijaaaah!!” suara tepukan dan teriakan bergema di kamarnya Ijah di lantai dua. “Ini kado buat lo…” Pupai si keling mengangkat bungkusan yang langsung dibuka dengan iringan teriakan Ijah yang seneng banget karena Pupai menghadiahinya CD Peewee Gaskins terbaru.

“Ini buat lo… “ Giliran Kokom Rachma angkat bicara. Bungkusan pink dari Kokom Rachma langsung dibuka dan ternyata berisikan replica kincir angin yang lucu.

“Nah, ini dari gue…” Dicil nggak mau kalah. “Terimakasih karena sudah menyadarkan gue untuk nggak gelap mata lagi kalau belanja. Sekarang gue nggak pernah ngabisin duit untuk hal-hal nggak penting dan nggak dibutuhkan… gue nggak akan beliin lo baju renang lagi deh…”

“Waaah… terimakasih…” kata Ijah sambil ngebuka bungkusan kecil dari Dicil. Isinya? Sendok dan garpu, serta sehelai tissue!

“Itu kan yang pastinya lo perlukan dalam hidup lo… he he…”

Terlalu Totalitas [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! no.9/2009]

Terlalu Totalitas!


Kalau nggak salah sih bener. Dulu aku pernah lewat sini… tapi kok lain ya??” kata John lagi. “Eh, kayaknya bannya kemps deh… tuh kan beneer!! Bannya kempes.. aduh, tambel dimana nih???”

Dicil tak bisa berkata-kata.


Pengki… sapu ijuk berukuran 65,5 cm… kain lurik… kardus bekas air mineral merk ajaib…” mulut Dicil komat-kamit menghafalkan benda-benda yang diperlukan dalam OSPEK mendatang. Tampang imutnya makin mengernyit melihat kenyataan bahwa tuh perkakas makin aneh. “Ini nyari dimanaaa? Masak suruh bawa kue mangkok warna ijo lumut???” suara Dicil yang tadinya bisik-bisik jadi keras mendadak.

OSPEK memang selalu menjadi momok yang menakutkan atau kalau nggak nyeremin, ya paling nggak nyebelin. Bukan masalah seru-seruan sama senior sok galak yang ujung-ujungnya minta nomer HP sih, tapi lebih ke printilan alias hal-hal kecil yang bikin ribet. Kayak aksesoris yang harus dibawa dan dipakai sama para peserta OSPEK.

Kenapa juga jadi ngomongin OSPEK?? Nggak lain dan nggak bukan adalah karena tokoh kita kali ini, Dicil Situmorang memang baru lulus SMA dan lagi pusing sama segala hal soal masuk ke kampusnya di bilangan Jakarta Selatan. Cewek berpipi chubby yang sering dipanggil tambun padahal kurus ini memang lagi ribet banget ngurusin OSPEK terutama soal barang-barang yang harus dibawa pada saat masa Orientasi Pengenalan Kampus berlangsung.

Aaarggggh… pusiiiing!!”




Hari masih pagi, ayam pun bahkan belum berkokok. Tapi kamar Dicil sudah ramai lancar, si pemilik kamar terlihat mondar-mandir, buka-buka lemari, ngacak-ngacak laci meja belajar, balik lagi ke lemari… pokoknya riuh banget deh. Tampang kocaknya Dicil jadi makin kocak gara-gara mikirin OSPEK besok.

Tiba-tiba suara emasnya Ridho Rhoma terdengar, dengan satu tangan masih memegang kertas list barang wajib OSPEK, Dicil beringsut ke HP yang lagi di-charge di samping meja belajar.

Haloo…”

Diciiil… kamu lagi sibuk nggak??” suara John, cowoknya terdengar. “Temenin aku ke studio yuk… bentar aja… mau nggak??”

Aduuh sayang… maaf… bukannya aku nggak mau. Tapi aku emang lagi ribet banget nih…” jawab Dicil sambil matanya jelalatan ke sekiling ruangan. “Aku bingung banget nih… nyari barang-barang buat OSPEK besok… huhu…”

Besok?? Tapi besok kan…”

Iya, besok aku udah mulai OSPEK dan nih barang belum ketemu juga!! Sebeeeel!!” teriak Dicil

Tenang… tenang… kita nyari sama-sama. Aku ke rumah kamu deh…”


  • l


Ini nomer siapa?” tanya Dicil demi melihat kertas yang disodorkan sama sang pacar. Kertas bertuliskan sederet nomer.

Itu nomernya Rizki, temen aku. Dia tuh tahu banget dimana harus nyari barang-barang OSPEK” Dicil cuma manggut-manggut. “Mending kamu telfon sekarang. Biar dicariin, jadi bisa langsung kita ambil.”

Semangat Dicil yang mulai kendur bangkit lagi, apalagi setelah dihubungi ternyata Rizki memang bisa menyediakan tuh barang-barang dalam waktu sehari. Yang berarti nanti malam sudah bisa diambil dan besok bisa dipakai. Masalah tinggal satu, rumah Rizki itu di Bogor! Lumayan banget dari rumahnya Dicil yang ada di Tambun.

Dengan semangat yang menggebu-gebu, rayuan pun dilontarkan… berbekal janji bakal nraktir makan nasi goreng Mas Yon depan gang rumah, John siap mengantarkan.

Yah Dicil… aku lupa bawa STNK!” teriak John di tengah jalan. Matanya yang berkacamata langsung melotot melihat banyak polisi di depan.

Ya elah daaaah… terus gimana???” Dicil ikutan panik.

Ya gak bisa lewat jalan raya deh. Daripada ntar ketilang…” gerutu John sambil memutar motornya. “Mudah-mudahan ini jalannya bener!”

Motor bebeknya John yang dikasih nama Beauty itu berjalan pelan, menyusuri jalan yang untungnya masih terang. “Kamu yakin ini jalannya…?” tanya Dicil

Kalau nggak salah sih bener. Dulu aku pernah lewat sini… tapi kok lain ya??” kata John lagi. “Eh, kayaknya bannya kemps deh… tuh kan beneer!! Bannya kempes.. aduh, tambel dimana nih???”

Dicil tak bisa berkata-kata.


Hari sudah malam ketika akhirnya mereka sampai lagi di rumah Dicil, setelah John balik, Dicil langsung ngeberesin barangnya. Beruntung banget karena semua peralatan sudah lengkap. Tak sia-sia usaha mereka untuk bisa sampai ke Bogor. Setelah menambal ban yang bocor, mereka juga sempat nyasar sampai tiga kali!! Sempat makan pula di jalan, karena nggak tiba juga di tujuan.

Hhh… kalau ingat, Dicil jadi makin sayang sama John. “Besok, gue traktir dia sampai pusing!!” kata Dicil pelan sambil masuk ke peraduan. Jam enam pagi, dicil sudah siap dengan segala perkakasnya. Termasuk kardus sebagai papan nama bertuliskan ‘Tambun’. Dengan pengki dan sapu di tangan, serta bulu ayam, kacang ijo dan kue mangkok di dalam karung goni, Dicil siap melangkah.

Setelah mematut diri dulu di depan cermin dan mendapati bahwa dirinya kelihatan sangat kacau, Dicil mengeraskan hati dan melangkah keluar kamar.

Gupraaak!!

Kendi di tangan Ibu Sinaga, ibundanya Dicil sampai terjatuh gara-gara kekagetannya melihat gaya Dicil yang ajaib. “Dicil, kamu mau kemana??”

Ke kampus ma… “ teriak Dicil sombong. “Keren nggak niih??”

Dicil… ini kan hari Minggu, bukannya kamu OSPEKnya besok??”


Mata Dicil menyipit ke kertas di kantongnya, tertulis…


Hari Senin, 22 September

Perlengkapan Wajib :

-Pengki

-Bulu ayam warna pink…


Aaaaargggghhh!!!”


ayam oh ayam [ceritamini]

0 komentar

[tulisan ini pernah dimuat di majalah Aneka Yess! nomer 5/2009]

Ayam Oh Ayam


Mas, Dicil Arumba mas… mau daftar ulang ikutan lomba makan ayam,” serunya tanpa melihat ke counter

Dicil..” suara berat yang sangat dikenalnya mampir ke gendang telinganya. “Kamu ikutan lomba ini juga?”


Dicil bolak-balik di tempat tidur. Tubuhnya yang tambun bergerak-gerak membuat seprai bergambar Princess-nya jadi berantakan. Tangannya masih mengenggam brosur yang tadi siang ia dapatkan di mall dekat rumah. Brosur bertuliskan pembukaan cabang restoran siap saji besar, sekalian perlombaan makan ayam goreng khas tuh restoran.

Sekedar info, Dicil tuh jagoan makan. Mulai dari sayuran hingga telur ia lahap dengan senang hati. Tapi favoritnya adalah ayam goreng tepung yang bisa didapat di restoran fast-food. Kalau makan tuh ayam, nggak cukup satu! Nggak heran kalau tubuhnya tambun.

Balik ke brosur, Dicil pengen banget ikutan lomba. Soalnya buat dia, ikutan lomba makan tuh ngasih keuntungan yang cihuy banget, karena menang kalah kita tetap kenyang. Satu hal yang paling dicil suka, he he… tapi masalahnyaa… belakangan Dicil tuh lagi diet. Lagi mencoba ngurangin makan. Semua ini karena Oka, cowok barunya. Sebenarnya sih Oka nggak minta Dicil untuk jadi kurus, tapi kadang Dicil suka bete. Karena tiap kali jalan sama Oka yang kurus tinggi, mereka jadi kayak angka 10 he he…


Suara Ryan D’Masiv memenuhi ruang dengar Dicil yang masih berkutat sama pikiran dan brosurnya. Dicil bangkit mengambil handphone yang lagi di-charge di sisi meja belajar. Ternyata Immey, sahabatnya.

Dicil!!” suara keras cewek yang ngefans sama Jonas Brother terdengar. “Lo jadi ikutan lomba makan nggak?? Pendaftarannya ditutup besok looh…”

“Aduh Immey, nggak tahu niih… pengen banget sih ikutan, tapi nggak enak sama Oka niih..”

“Loh, emang dia ngelarang??”

“Nggak sih. Tapi dia nggak tahu kalau aku ikutan lomba ini… nggak enak kalau dia tahu…”

“Ya udah, jangan kasih tahu… gampang kan?” potong Immey kejam. “Ya udah, kalau mau, besok kita ke sana aja…”


Nggak lama, suara Ryan kembali terdengar. Kali ini giliran Oka…

“Hey Dicil… “ suara berat Oka terdengar. “Lagi ngapain??”

“Hey… lagi tiduran aja nih. Kenapa?”

“Besok jalan yuuk… bisa nggak. Aku mau nraktir kamu makan”

“Umm… besok aku nggak bisa Ka… lusa gimana??”

“Yaah… lusa aku nggak bisa. Aku kan sekarang udah kerja loooh…”

“Hah.. kok kamu kerja nggak bilang-bilang??”

Part time aja kok. Lusa tuh hari pertama aku masuk. Kenapa sih besok nggak bisa??” suara Oka terdengar kecewa. “Tumben banget nggak mau diajak makan he he…”

“Iya sih, tapi aku udah… ng… janjian sama Immey. Mau nemenin dia ke tempat les-nya”

“Oh gitu… ya udah deh.. kalau gitu, hari Sabtu aja yaa… “ klik. Telfon ditutup


Walaupun bukan weekend, tapi hari itu mall ramai banget. Soalnya bertepatan sama pembukaan restoran fast-food baru yang juga hari perlombaan makan ayam goreng. Dicil dan Immey sudah berada di keramaian. Mereka baru saja datang dan lagi bingung untuk daftar ulang. Setelah bertanya sama panitia, ternyata mereka harus absen di counter pemesanan di dalam restoran baru tersebut.

Dua sobat itu berjalan pelan, menembus keriuhan pengunjung yang ingin melihat perlombaan. Mereka berdua begitu terpesona sama dekor restoran yang keren banget, sampai tak sadar kalau sudah berada di depan counter.

Mas, Dicil Arumba mas… mau daftar ulang ikutan lomba makan ayam,” serunya tanpa melihat ke counter

Dicil..” suara berat yang sangat dikenalnya mampir ke gendang telinganya. “Kamu ikutan lomba ini juga?”

OKA!! Ngapain lo disini??” teriak Dicil kaget

Aku part-imer disini…” kata Oka sambil nahan senyum.



ke lagu ke labu