Gadis Peron

Jam di stasiun sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam. Seharusnya, aku sudah di rumah, menonton televisi atau bahkan sudah tertidur pulas. Tapi, aku malah masih berdiri di sini, sebuah stasiun kereta di tengah kota. Gara-gara Mytha, teman kampusku yang mendadak manja dan minta diantarkan pulang ke rumahnya yang tidak dekat.jalanan Jakarta yang tidak pernah tidak macet membuatuku baru bisa kembali ke stasiun tempat menunggu kereta untuk mengantarkanku pulang sekarang.
Setiap hari, aku selalu menunggu kereta untuk mengantarkanku pulang. Biasanya, tempat ini ramai. Tapi sekarang, peron luas ini hanya terisi olehku dan seorang gadis yang duduk tak jauh dari bangkuku. Udara meniupkan angin dingin ke arahku, bulu-bulu halus di sekitar tanganku berdiri. Bbrr..
Karena tak ada hal lain yang bisa kulihat, aku pun memperhatikan gadis itu -tak sopan memang, apalagi kalau ia sampai tahu bahwa aku memandangnya. Pakaiannya biasa saja, namun ia sangat cantik. Rambutnya yang hitam sebahu dibiarkan tergerai, tangannya menggenggam sesuatu yang kelihatan seperti tas atau dompet berwarna hitam. Ia memakai baju dan rok panjang berwarna biru. Ia sedang memandang ke arah kanannya, mungkin menantikan kereta, ketika tiba-tiba ia menoleh padaku, aku segera berpura-pura melihat ke arah lain. Tidak mau ia sampai tahu aku sedang memperhatikannya. Takut ia akan berpikir macam-macam. Tapi aku tak dapat menahan godaan untuk kembali memandangnya. Matanya masih menatapku. Aku mencoba tersenyum setulus dan seramah mungkin. Tak kusangka ia membalas senyumanku. Aku bangkit dan berjalan ke arahnya, tanpa maksud apa-apa. Mungkin aku bisa ngobrol sembari menunggu kereta terakhir tiba.

“Hai,” sapaku. “Nunggu kereta ya? “
Ia tidak menjawab hanya mengangguk. “Malem banget, nggak takut?“ tanyaku lagi. Kembali ia tidak menjawab, hanya menggeleng. Aku terdiam, mungkin ia tidak ingin berbicara padaku. Gadis ini masih muda, mungkin lebih muda dariku.
“Aku mengganggu ya?“ tanyaku berusaha ramah. “Aku bisa pergi kalau kau mau, aku hanya mencoba ngobrol. Daripada sendirian“
“Tidak apa-apa. Aku memang sedang menunggu,” ia menjawab dengan suara yang lembut dan lirih. Untung peron sudah sepi, jadi aku bisa mendengar suaranya dengan jelas.
“Naik kereta ke Bogor ya?“ tanyaku lagi
“Tidak “ tiba-tiba ia menangis, airmata tampak menggenang di matanya yang indah dan sayu. Kurasakan kembali hembusan angin yang dingin di belakangku, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.
“Loh kok nangis? aku salah ya?” tanyaku bingung. “Maaf jika aku salah..” aku tak tahu harus bicara apa.
Ia terisak dan setelah agak lama tangisnya mereda, “Maaf, kamu tidak salah. Aku hanya...” ia tidak melanjutkan perkataannya
Aku juga terdiam. Agak aneh, pikirku.
“Aku memang sedang menunggu, tapi bukan kereta yang aku nantikan“ ucapnya. “Aku sedang menunggu seseorang...”
“Pacarmu...?” tebakku sekenanya. Ia hanya mengangguk, “Dimana dia?“ tanyaku lagi. Kali ini hati-hati takut ia menangis lagi
“Ha... dia jauh... dan tak mungkin kembali lagi...”
“Aku nggak ngerti“
“Dia pergi... kecelakaan kereta telah merenggutnya dariku...” dan ia mulai menangis lagi
“Oh maaf. Aku...” Aku terdiam. Kecelakaan kereta? aku sudah cukup lama membuat stasiun ini sebagai tempat yang paling sering kukunjungi setiap hari. Dan yang aku tahu, kecelakaan kereta terakhir yang mengakibatkan korban jiwa terjadi kira-kira 25 tahun yang lalu. Tapi itu tidak mungkin kecelakaan yang dimaksud, gadis ini masih terlalu muda. Kurasakan lagi angin berhembus di belakangku...

Kereta yang aku tunggu akhirnya datang, sambil meliriknya sekilas. Aku berkata buru-buru bahwa aku harus pergi. Ia masih terisak. Aku meloncat ke atas gerbong yang hanya terisi oleh dua orang lelaki yang tampaknya baru pulang kerja. Tak lama kemudian kereta melaju. Aku duduk tak jauh dari mereka. Kepalaku masih dipenuhi pertanyaan. Petugas kereta datang dan meminta karcisku.
“Pak, belum lama ini ada kecelakaan kereta ya?“ tanyaku padanya.
“Alhamdulillah tidak. Waktu itu kereta memang sempat mogok tapi nggak celaka kok,” jelasnya. “Kenapa?”
“Tidak...” aku kembali terdiam. Menjadi agak takut
“Kau pasti bertemu dengan gadis itu ya?” tiba-tiba salah seorang pria itu bertanya. Aku mengangguk
“Kau kenal padanya?” tanyaku
“Tidak, tapi ia memang selalu ada disitu. Bahkan sejak saya masih muda “ katanya
“Aku nggak ngerti... “
“Saya juga nggak tahu cerita benernya. Tapi kata orang, dulu ketika terjadi kecelakaan pada tahun 1980, ada seorang wanita muda yang datang ke tempat kejadian sambil menangis. Ternyata kekasihnya sudah meninggal. Tapi ia menolak untuk percaya, dan masih menunggu kedatangan kekasihnya setiap hari di peron tersebut. Sampai pada suatu hari, ia akhirnya menabrakan diri ke kereta yang sedang melaju dan meninggal di tempat” jelasnya
Aku terdiam, benar-benar tak tahu harus bagaimana. Rasanya persendianku lemas semua. Aku sudah lama tinggal di sini, tapi aku tak tahu tentang kisah ini. Apa mungkin gadis itu yang dimaksud ??

0 komentar: (+add yours?)

Posting Komentar

ke lagu ke labu