Lirik Saat Harapan Tiba - Keenan Nasution

0 komentar

[karena selalu bingung, mau nyanyi nggak hafal lirik :D]

Pantai suram membentang
[dan] cahaya datang memperteduh
Kelam terasa menyentuh
Surya hidupku

Sepi aku menanti
Ombak yang akan berlabuh
Selang berayun,
Beriak menghibur hatiku

Terima kasih slama hidupku
Diriku hanya menanti
Kubiarkan semua mendera jiwaku

Kulihat bintang muncul bersinar
Namun mengapa kerlipnya menyiksa diriku?

Saat harapan tiba
Damai tanpa menyalahkan
Seakan akhir dan suka
Menyambut duka

Cerah cerah ...
Serasa jiwaku bangkit
Menantang gelora kehidupan ini

Kulihat bintang lalu tersenyum
Kerlipnya kini bermakna harapan kan datang

-music-

Saat harapan tiba
Damai tanpa menyalahkan
Seakan akhir dan suka
Menyambut duka

Cerah cerah ...
Serasa jiwaku bangkit
Menantang gelora kehidupan ini

Kulihat bintang lalu tersenyum
Kerlipnya kini bermakna harapan yang datang

Karena Tiap Nada Memiliki Cerita

0 komentar

anaknya gampang terharu.
denger lagu enak aja, bawaannya pengen nangis.
bukan karena melody atau lirik.
lebih ke arah, "merasa bersyukur karena ide berlian sungguh meletek dari otak para musisi pemilik lagu menarik."


Insidious Chapter 3: Review dari penggemar horror yang bosan sama horror

0 komentar

menurut otakku yang ala kadarnya ini, film horror paling nyebelin itu adalah Malam Satu Suro Insidious Chapter 1. Kenapa? karena ujungnya bikin nggak enak hati. Bikin hati terasa kosong. Itu horror banget. Coba tanyain sama para jomblo.

selain Insidious, film lain yang ngasih after effect nggak itu The Mist. Sumpah. Jangan nonton deh kalau nggak mau hari kalian kelabu. Maklum, aku adalah penggemar film happy ending di mana musuhnya mati and the good guy gets the girl. Lurus banget kan?

nah, postingan kali ini nggak mau ngebahas soal film berujung kelam, tapi mau ngebahas soal Insidious. Yes, sejak kelarnya Chapter 2, jujur hati ini sudah berharap tinggi akan sekuelnya. Salah banget. Padahal sekuel itu jarang ada yang bagus. Kecuali Tersanjung.

http://www.flickeringmyth.com/wp-content/uploads/2015/04/insidious-3.jpg
ok. Back to Insidious Chapter 3. Sempat denger sih, beberapa teman yang juga suka nonton horror berkomentar, ini film nggak bagus. Terkesan maksa dan sebenarnya nggak perlu ada. Kebetulan, lagi kere banget [akukeresemenjakesde] akhirnya baru nonton semalem, itu pun streaming-an.

hasilnya.

nggak bagus -- subjektif sih. Dan menurut kesubjektifan aku, plotnya emang garing - nggak jelas - gitu-gitu amat.

terkesan maksa -- mungkin ini kalau dibandingin sama Chapter-Chapter sebelumnya ya. Karena, imho, kalau berdiri sendiri, ya nggak apa-apa juga. Paling kita perlu penjelasan dikit tentang pria paruh baya yang datang menemui Elise di cafe sambil bawa-bawa foto. Atau mungkin kita nggak akan terlalu banyak ketawa ngeliat dua cowok hipster yang bawa-bawa kamera malam.

kalo menurut aku sih, film ini, nggak memorable. 

beneran. Nggak butuh waktu lama, kesannya hilang tak berbekas. 

banyak pertanyaan nggak terjawab. Tapi ya udah lah ya, namanya juga hidup. Tapi aku bingung, kenapa kakek dengan maker? kenapa dengan perempuan hujan? kenapa jadi merangkak? kenapa si Quinn anaknya '70-an banget?

kenapa?

kenapa?

kenapa James Wan mau produserin film ini? kenapa dia berani 'nyerahin' tugas nakut-nakutin ke orang lain?

ya udah lah. Yang penting udah nonton Insidious. 
mau nonton lagi?
ya enggak lah :D

A Night of Reunion with Boyzone: A Review dari fans agak berat. Badannya.

0 komentar

-->

Boyzone Concert - seperti tercetak di Trax Magazine edisi Juni 2015

MENDADAK HISTERIS
Walau sudah tidak muda, teriakan barisan fans garis keras grup vocal ini masih mampu menggetarkan dinding Istora!

A Night of Reunion
BOYZONE: BACK AGAIN NO MATTER WHAT
JUMAT, 22 MEI 2015
ISTORA SENAYAN, JAKARTA

SELEPAS Maghrib, di tengah kemacetan ibu kota yang makin hari makin ajaib, tiga perempuan muda yang ditengarai berkantor di bilangan Sudirman –terlihat dari setelan necis yang mereka kenakan, nampak berjalan cepat ke arah Istora. Celotehan ringan sambil menyebut beberapa nama terdengar jelas. Menilik dari nama yang mereka sebut, jelas lah kalau mereka sedang menuju lokasi konser Boyzone.

Di venue, antrian di depan gate sudah mulai memanjang. Rata-rata, seperti tiga perempuan tadi, berusia antara 25 – 40 tahun dan rata-rata sudah tidak sabar bertemu idola masa remajanya dalam konser yang dipromoteri oleh Full Color Entertainment dan Hype ini. Banyak di antara mereka, mengenakan bando yang bisa menyala dan kaos bertuliskan Boyzone.

Pukul 20.15, panggung gelap. Istora yang malam itu hampir penuh mulai menggila. Teriakan “Boyzone… Boyzone…” mengisi udara. Sempat basa-basi sedikit dengan MC dan menonton video dokumentasi saat Boyzone tiba di Jakarta, Ronan Keating, Keith Duffy, Mikey Graham dan Shane Lynch langsung menghentak dengan “Love is A Hurricane”.

Suasana makin panas ketika “Picture of You” dan “I Love You Anyway” dibawakan. Keith Duffy lalu menyapa penonton sebelum membombardir hati dengan “Baby Can I Hold You?”, “Words”, “You Needed Me” dan “When the Going Gets Tough.”

Di tengah konser, grup vokal yang terbentuk lebih dari 20 tahun lalu ini sempat berbicara soal Stephen Gately dan keinginannya untuk menyambangi Indonesia. “Everyday I Love You” lalu berkumandang, lengkap dengan suara Steo yang khas. Tak lama, “Gave it All Away”, yang merupakan lagu terakhir yang sempat direkam sebelum kepergian Steo, terdengar. Sukses membuat seisi Istora terisak –atau paling tidak menahan geremeng air mata. Istora kembali bergetar dengan teriakan “YES!” ketika Ro bertanya pada penonton, lewat lirik lagu, “if I asked would you say yes?”

Overall, konser nostalgik ini benar-benar mengeluarkan sisi remaja dari para penonton. Masalah lemburan, deadline mepet atau suami yang menunggu di luar pun terlupakan. Digantikan hysteria yang menggelegak demi melihat penampilan idolanya.

Boyzone sendiri berhasil membuktikan janjinya untuk tampil maksimal –tata gerak dan tata suaranya luar biasa. Membuktikan kalau Boyzone memang bukan sekadar bermodal tampang. Wajar jika malam itu, Istora bergemuruh karena teriakan histeris para penonton yang merasa terpuaskan. Mendengar suara emas Ronan dan Mikey, atau aksi menawan menjurus flirting dari Keith dan Shane, yang tiap gerakan dan lirikannya mampu membuat hati perempuan mencelos tanpa bisa ditahan!

Konser ini juga mampu menjawab cibiran orang yang meledek Boyzone ‘hanyalah’ Ronan dan Steve. Boyzone adalah sebuah grup vokal dan tiap individunya memberi kontribusi yang seimbang hingga menjadikan mereka irreplaceable.


Boyzone Web

Aksi Maksimal dari Mantan Boyband
Meski tidak semua hits dibawakan, konser berdurasi 90 menit ini mampu membawa penonton kembali ke masa remajanya.

Ditemui saat konferensi pers, sehari sebelumnya, Boyzone berjanji untuk tampil maksimal. Tidak ingkar janji, Ronan Keating, Keith Duffy, Mikey Graham dan Shane Lynch memang tampil luar biasa dan nyaris tanpa cela. Entah karena euphoria bertemu idola atau bukan, yang jelas penampilan boyband asal Irlandia ini seperti membuka peti berisikan rahasia masa remaja –saat sedang mulai jatuh cinta, yang menyenangkan.

Tak hanya membawakan hits macam “Picture of You”, “You Needed Me” dan “Words”, Boyzone juga memberikan teaser dari album terbaru mereka yang rilis tahun lalu. Walau terlihat lebih elegan, pria-pria ini tak sungkan untuk bergoyang seperti boyband pada umumnya.

Mereka juga sempat mengharubirukan Istora ketika berbicara soal Stephen Gately yang meninggal dunia, 2009 lalu. “Everyday I Love You” lalu berkumandang, lengkap dengan suara Steo yang khas.

Setelah, “Who We Are” yang diambil dari album terbarunya, kwartet ini silam. Teriakan standar meminta mereka tampil lagi, sukses menggetarkan Istora. Boyzone kembali ke panggung membawakan “A Different Beat” dan “Life is Roller Coaster” yang sebenarnya lagu solo Ronan Keating.

Secara keseluruhan, penampilan mereka dalam Boyzone: Back Again No Matter What Concert ini terbilang sukses. Dan seperti semua hal yang menyenangkan, terasa cepat berlalu karena semua menikmati suasana. Yakin lah, bukan hal mudah untuk bisa move on dari keriaan macam ini.

The Gray Chapter: A Review - oleh orang sok tau yang hanya tau, enak dan enak banget.

0 komentar


sudah cukup lama sendiri nggak review album. Bukan apa-apa, memang nggak ada yang bisa direview. 
*bohong

anyway,
baru sempet dengerin The Gray Chapter-nya Slipknot nih. Lambat ya. Ya udah sih, namanya juga orang sibuk. Disibuk-sibukkin.

http://assets.blabbermouth.net.s3.amazonaws.com/media/slipknotgraychapterbigger2_638.jpg
jadi... menilik namanya, album ini memang diproduksi setelah kepergian Paul Gray. Tepatnya di tahun 2013. Menurut Corey Taylor, isi album ini seperti perpaduan antara Iowa dengan Vol. 3 [Subliminal Verse], brutal yet melodiously artistic. 

and i couldn't more agree to that.

sebagai fans yang besar di bagian dada era Iowa [baca: baru kenal mereka di album ini], The Gray Chapter adalah sambungan sempurna dari Vol. 3. 

Nope, All Hope is Gone itu nggak masuk hitungan. Which Hope is Gone? exactly. Setelah agak kuciwa dengan album Justin Bieber, mendengarkan album ke-5 mereka ini sungguh sangat menyejukkan. 

Bayangkan, kebrutalan "Left Behind" atau "Heretic Anthem" yang memabukkan digabungkan dengan "Duality" atau bahkan "Vermillion" yang menyayat hati di dalam satu album. Rasanya seperti ribuan bantal dilesakkan ke dada, dipukul bertubi-tubi namun memberikan efek yang menyenangkan.


nggak. Lagu-lagunya nggak ceria kok. Somehow, lagu-lagunya justru makin kelam dan kelabu. Entah karena efek Paul Gray, atau saat mendengarkan album ini saya lagi ngantuk kebanyakan deadline. Entahlah. Yang jelas, album ini berisi walau tidak terlalu berisik.

salah satu lagu yang menurut i paling tebal adalah...

hmm...

this is hard...

but i have to say "Goodbye" is actually really describing the whole album. Not just musically, but also lyrically *apeu* 

ketika kesedihan dipadukan emosi yang menyesakkan. Itulah. Itulah "Goodbye"

mereka juga seolah berteriak pada dunia, "men.. you don't know shit about what we've been through. Just eat this!"
  
"A long time ago we discovered that nothing could stop us
This hasn't torn us apart, so nothing ever will
How can we know where we are if the sun is behind us?
But this moment will show us the rest of our lives
No one is going to save us this time
No one can know what we're feeling.
So don't even try "


seperti kata Shawn "Clown" Crahan saat ngobrolin soal All Hope is Gone di mana sebenarnya dirinya nggak setuju sama kalimat itu. Bahwa, seburuk apapun dunia, there's still a hope. Sampai ketika Paul Gray meninggal and he thought, that was the end. Hiks.

untuk single-nya, "The Negative One" imho, masih Slipknot banget. Heavy metal nan industrialistis dikemas dengan sampling yang makin lama makin ngaco. In a very positive way.

overall, album ini seperti mengembalikan langkah kaki saya yang kemarinan sempat membelok dari #SLIPKNOTLICIOUS gegara album terakhir mereka yang kurs bengs itu.

TERIMA KASIH SLIPKNOT!
and welcome back!

Raised to be Killed

0 komentar






this picture reminds me, 
no matter how bolt you are, if you live your life like surfin the pit - you're still living like a creature being farmed by alien who rules the world.  
Raised to be killed.

ke lagu ke labu