Oh, What a Life. Sebuah review album miliknya American Author

0 komentar

Butuh album berisikan lagu yang bisa meningkatkan mood anda ke titik terbaik?
Coba dengarkan Oh What a Life miliknya American Author!

Jujur saja, tak butuh waktu lama untuk jatuh cinta pada mereka. Tak puas mendengar mereka satu putaran semata. Tiap lagunya bercerita tentang cita dan kehidupan dengan gaya yang menyenangkan.

Yes, menyenangkan.
Menyenangkan dalam artian bisa bikin senyum-senyum sendiri. Literally.

Musiknya rasa Amerika Serikat. Dingin, kering, tipis dan patriotik. Mungkin karena isian banjo yang bold. Seperti mengingatkan kita pada Granpa Joe di Hoodie Farm, di Utara Amerika. Mungkin. Saya belom pernah ke sana. Ha ha.

Pertama kali jatuh hati pada mereka saat sedang bertamu di 8tracks. Dengan kata kunci, roadtrip + best friend, saya menemukan salah satu tembang mereka yang juga diplot sebagai single pertama dari album ini, "Best Day of My Life". Seperti apa? rasanya judulnya sudah menggambarkan kok. Ringan. Menyenangkan. Penuh dengan positive attitude ala Agnezmo.

Anyway.
Dibuka dengan "Believer" yang upbeat dan penuh dengan personal statement, suara tipker-nya Zac sang vokalis yang nyaris selalu bernada tinggi, seolah menggelitik leher untuk ikut bernyanyi -hafal ataupun tidak.

Kalau harus memilih, "Love" saya tasbihkan menjadi track vaforit di debut album band ini. Rasanya perpaduan antara Bryan Greenberg dan Ben Barnes. Udah gitu aja.

Overall,
album ini adalah pilihan tepat jika anda ingin mendengarkan musik yang easy namun tidak easier *apeu

Pilihan tepat untuk diputar saat menghadapi deadline segunung. Dijamin, anda akan terpapar PMA lezat seperti pinggiran kering turkey di hari Thanksgiving.

Karena Efek Rumah Kaca Adalah Kunci

0 komentar

Efek Rumah Kaca belum pernah sekalipun mengecewakan kami.

Kami di sini adalah, aku dan perasaan ingin terbang tiap kali mendengarkan karya mereka. Bukan hanya soal notasi yang rajin miring-miring tiap ada kelokan verse, tapi juga lirik yang nggak cuma sekadar puitis, tapi juga mengandung diksi dengan makna yang beragam.

Terima kasih Efek Rumah Kaca.
Kepercayaan kami terhadap musik Indonesia, tidak jadi luntur.


Lesson Learned from #kumbikukis

0 komentar




  1. Jangan terlalu pinggir naro adonan [kurang lebih 7x7 adonan aja] biar nggak gosong. Api kurang rata, jadi yang pinggir bakal gosong
  2. Pasang timer, tiap 5 menit, ganti posisi loyang. Yang paling bawah pindah ke paling atas, gitu seterusnya. Akan lebih baik kalau loyangnya juga diputer-puter, biar matengnya rata. Kurang lebih 20 menit lah, kuenya matang. Temperatur, kurang lebih 100 derajat [di oven mama] dan 150 derajat [di oven kita]
  3. Kita? elo aja!
  4. Beli wysman yang gede di Lowids, karena harganya paling murah
  5. Beli RBS juga di Lowids.
  6. Beli bahan lain di perapatan pondok kacang, karena harganya lebih murah. Beda seribu juga lumayan.
  7.  Beli bahan sekali banyak, biar lebih murah. Bikin aja dulu, soal pesenan bisa belakangan. Banyaky yang suka kok xD.

Kalian Memang Tahik. Ngerti?

0 komentar

Ketika urusan syahwat tidak bisa dipikir sendiri
Saat itu lah harusnya kau mati

Mati bukan berarti menghentikan denyut nadi
Hanya jiwa [sok] kemanusiaanmu yang sudah tidak berfungsi
Meminta emansipasi untuk masalah yang harusnya ditelan sendiri

Kalian memang tahik
Ngerti?

ke lagu ke labu