sambal mitha ada dua

0 komentar


Hmmm...

“Aduh...” teriak Mitha gara-gara sebuah keplakan keras di pundaknya. Matanya yang besar melotot ngelihat si pelaku yang sekarang cengengesan...
“Hi hi... kaget ya lo??” tanya si pelaku
“Kaget? Sakit tauuuu....”
“Hi hi.. maaf deh. Abis kaget ngelihat lo di sini. Makan kok nggak ngajak-ngajak,” kata si pelaku yang ternyata bernama Bani, sambil ngerebut sendok di tangan Mitha terus langsung nyobain kuah bakso. “Aduh... buset... pedes banget. Pasti sambelnya banyak banget deh!”

Mitha sama Bani tuh sobatan dari SMP hingga SMA sekarang. Kalau ada Mitha pasti ada Bani, gitu juga sebaliknya. Dua-duanya kompak dan punya banyak kesamaan, makanya cocok main bareng. Cuma ada satu hal yang bikin Bani bete dari Mitha, yaitu rasa suka sobatnya itu terhadap cabail. Yups, bisa dibilang, Mitha itu cabaiholic, alias doyan banget sama makanan yang mengandung sayuran yang rasanya pedes itu.
Saking cinta dan setianya sama cabai, Mitha nggak bakalan mau makan apapun tanpa cabai. Apalagi cabai dalam bentuk hancur alias sambal. Bahkan Mitha makan pisang goreng plus ketan dengan sambal terasi, eh... tapi itu mungkin karena Mitha orang Medan ya? He he... Kalau makan bakso atau soto ayam nih, bisa dipastikan tempat sambal di meja bakalan kosong, karena Mitha nggak kira-kira kalau memakai sambal.
Bani bukannya cuek sama hal ini, berulang kali Bani katakan untuk agak sedikit mengurangi polusi.. eh, bukan yang itu... maksudnya berulang kali Bani bilang ke Mitha untuk nggak makan sambal banyak-banyak, karena bikin perut sakit. Tapi Mitha nggak pernah nurut.

“Hey Bani.... makan yuuuk...” suara cempreng Mitha terdengar dari radius 5 km...
“Yuukk... di bakso Pak De ya,” jawab Bani nggak kalah kenceng. Maklum mereka kan masih ada di kelas masing-masing yang bersebelahan! Buset, suaranya....
“Hmm... wangi... “ kata Mitha mencium-cium aroma kuah bakso yang sekarang ada di depan matanya. Tangannya bergerak mengambil tempat sambal, tapi.... “Lah, Ban... kok diambil??”
“Lo nggak boleh makan sambal banyak-banyak. Sini gue aja yang ngambilin!”
“Ah, nggak mau! Pasti dikit... gue kan nggak suka kalau baksonya nggak pedes!” Mitha tetap keukeuh. “Balikin nggak!”
“Nggak!! Kata nyokap lo, lo harus ngurangin sambel kalau nggak mau sakit perut lagi...” Bani juga nggak mau kalah, sambil tetap megangin tempat sambal
“Ah, apaan sih lo?? Perut gue sakit waktu itu kan gara-gara mau dapet, bukan karena sambal!”
“Eh, emang iya ya??” Bani agak rancu. “Tapi, pokoknya lo nggak boleh makan sambal banyak-banyak!”
“Nggak usah rese lo Ban!” Mitha mulai kesel. “Kalo gitu gue nggak jadi makan!” Katanya sambil bangun dari duduk terus langsung mengambil langkah seribu. Dengan tangan dibekapkan ke mulut. Loh, jadi kayak film India. Untung nggak ada tiang, kalau nggak kan gawat he he...
Bani yang ditinggal sempat freeze bentar, tapi abis itu ikutan cabut. Pakai lari juga, slow motion pula, biar dramatis.
“Lah... ini kan belum dibayar?” suara Pak De pun terdengar

Sejak kejadian itu Mitha dan Bani jadi musuhan. Sebenarnya sih berkali-kali Bani minta maaf, tapi Mitha tetap sakit hati dan nggak mau terima. Alhasil sudah semingguan ini mereka nggak deket.
“Bete banget deh... “ kata Mitha dalam hati. Tangannya sibuk mindahin sambal dari tempatnya ke mangkuk soto ayam di meja makan rumahnya. “Huh... bete...” lanjutnya sambil mulai makan. “Mbak, minta jeruk nipis doong...”
Lagi asik-asiknya makan, tiba-tiba...
Ciuuut....
Perut Mitha melilit dahsyat!! Rasanya kayak dicubit-cubit. “Argh... “ katanya pelan dan dramatis. Semua gelap

Mata Mitha terbuka dikit. Sinar lampu yang silau bikin dia kedip-kedip. Perutnya masih agak sakit, tapi nggak separah tadi.
“Mith... lo dah mendingan?” suara Bani terdengar pelan di sampingnya
“Ban... perut gue sakit banget...”
“Iya, kata dokter lo kena usus buntu gara-gara biji cabai..” kata Bani lagi. “Kan udah gue bilang, jangan makan sambal banyak-banyak. Gini nih jadinya”
“Iya, sorry ya gue marah sama lo. Padahal maksud lo baik...” Mitha mulai tersenyum. “Eh, tapi yang nggak boleh tuh kan biji cabai ya... kalau gue makan sambel terus bijinya diilangin, berarti aman dong... he he.”
“Mithaaaaa....”

Relic -Sebuah Cerita Mini

0 komentar

-->

cerita ini dibuat di tahun 2008-ish, jadi belum ada BBM, masih SMS-an, he he..


Relic oh Relic….

"Woy... kecilin dong!!!" Alun adekku yang masih duduk di bangku SMP berteriak kenceng di balik pintu kamar yang sengaja kututup. "Lagu nggak jelas gitu, kok didengerin!!"
Aku cuma menghela nafas. Belum sempat aku beranjak ke arah tape, pintu kamarku terbuka.
"Ih... sebenarnya ini lagu apa sih?? dia tuh ngomong apaan??” Alun tau-tau nongol. "Musik nggak ada indah-indahnya gini.... "
"Heh... ini lagu bagus tauu... lo harus denger dulu biar ngerti"
"Idih.... ngapain dengerin orang tereak-tereak kayak orang kebakaran jenggot, marah-marah ke aku?" gerutunya bingung.

Keringat mengalir di punggungku. Rambutku udah basah dan tenggorokanku sakit kebanyakan teriak-teriak. Ikut nyanyi sama Relic, vokalis Downfall, band favoritku sepanjang masa. Aku beranjak keluar dari kerumunan orang-orang berbaju hitam dan berjalan ke pinggir, sambil bersandar ke pagar pembatas aku mengambil kamera yang kutaruh di tasku. Kunyalakan kamera digital kecil yang tadi kupakai untuk mengabadikan gambar band favoritku. Terlihat di LCD, sekumpulan orang bertopeng dengan instrumen masing-masing. Aku tersenyum senang melihatnya.
"Hey ndil.... " kudengar suara memanggilku.
"Eh ren, sama siapa?” ternyata Resnu, temanku.
"Sama anak-anak... lo sama siapa??"
"Sendiri..."
"Hah? sendiri?? selon sekali dirimu... berani banget seh?"
"Hehe... " aku cuma tertawa. "Buat downfall apa juga kuberi... "
"Dasar... yuk ke depan... cari minum, Downfall kan udah maen. Lo nunggu apa lagi?"
"Enggak kok. Gue cuma mau liat downfall. Gue juga udah dapet foto-foto mereka..."
"Wis.. mantap. Ya udah, yuk ke depan. Panas nih"


Titik-titik air berjatuhan di kepalaku. Hujan? perasaan tadi siang panas banget... kok bisa ujan gini. Payah deh, nggak bawa payung. Terpaksa neduh dulu di halte depan kampus tempat aku ngambil les bahasa inggris. Wah, udah sepi.. emang jam berapa sih? Kulihat jam yang melingkari tanganku. Jarumnya mengarah ke angka delapan, yang berarti aku ngabisin waktu satu setengah jam di perpustakaan tempat kursus, pantesan udah sepi. Pasti anak-anak udah pada balik deh.
Tes...tes...tes...
Hujan turun makin gede, aku berlari ke arah halte yang cuma diisi dua orang. Pak Toha dan seorang cowok yang nggak aku kenal
"Neng Indi kok baru pulang” Pak Toha penjual gorengan yang sering aku beli setiap kali aku les menegurku.
"Iya pak, tadi abis baca-baca di perpus eh keenakan sampe lupa waktu hehe..."
"Masih ada kendaraan buat pulang?"
"Masih kok pak, tapi aku mau neduh dulu, males ujan-ujanan"
"Iyalah neng, ntar sakit lagi" ujarnya sambil membereskan barang dagangannya
"Wah, udah abis jualannya ya?? Yaaa... nggak makan singkong dong.... laper nih”
"Yah, neng nggak bilang sih, coba tadi nitip, pasti saya sisain buat neng"
"Gak apa-apa kok pak.Makasih. Bapak udah mau pulang?"
"Iya neng, neng nggak apa-apa kan sendirian? Ati-ati ya neng... saya jalan dulu"
Aku mengangguk. Setelah ia beranjak pergi aku duduk dibangku halte yang untungnya kering. Hujan makin deres, phiuff... untung jaket tercintaku gak pernah aku lupa, lumayan bikin anget....
Ku keluarkan MP3 player dari tasku, paling asik kalau hujan dengerin suara merdunya Relic nih. Tiba-tiba bahuku dicolek...waaah, ganteng juga nih cowok Kayaknya sih mahasiswa, kelihatan dari gayanya hi hi...aku melepas sebelah earphoneku,
"Kenapa mas?” tanyaku dengan suara berwibawa. Tips nih, kalau lagi sendirian dan dicolek orang nggak dikenal, jangan kelihatan kalau lo panik dan takut, sok saja jadi jagoan hehe...
"ini punya lo ya?" ia mengangkat sehelai saputangan hitam yang memang kepunyaanku. "Tadi jatuh dari tas"
"Oh, makasih... " aku mengambil saputangan darinya dan langsung menyimpannya di dalam tas
"Lagi dengerin apa sih, kok kayaknya seru banget?"
"Downfall... " ujarku menyebut nama band favoritku itu. Pasti dia nggak tau deh, siapa mereka. Mereka memang bukan band yang sering nongol di tv. Cuma orang-orang tertentu aja yang tahu siapa mereka, orang-orang keren termasuk aku he he...
"Downfall?? album yang mana? yang baru ya? The Truth Under Lies??” tanyanya sambil tersenyum.
"Haaaa... lo tau ya?? hebat hehe...."ujarku senang. "Kirain nggak tahu... "
"Ya tahulah... ng.. gue kan..ng... kenal sama mereka.."
"Hah!! serius loo??? kenal beneran gitu??” saking kagetnya, aku sampai berdiri. “Eh, maaf... excited he he..."
"Memang lo seneng banget ya ma mereka??"
"Uh, bukan suka lagi... kayaknya kalau sehari nggak denger mereka.. berasa ada yang kurang gitu dari hidup ini he he..."
"Ah, bisa aja... oh ya, gue Rino...", ia mengulurkan tangan
"Indi.... lo kenal sama personil Downfall?? berarti kenal Relic dong??” tanyaku menyebut nama vokalis dengan dandanan dan topeng hitam yang menyerupai monster itu.
"Ng... kenal...kenal.. kenapa??"
"Uuuh... gue suka banget sama suara dia... beneran... aku pengen banget bisa nge-growl kayak dia"
"Eh kok lo bisa suka sama dia? kan tampangnya nggak keliatan..."
"Yee.. kan udah gue bilang, gue suka sama suaranya yang seksi hehe... mintain tanda tangannya doong..." si cakep ini lucu juga.. senyumnya manis lagi...
"Ng… kalau misalnya dia jelek gimana?"
"Kan yang penting suaranya... lagian emang ketemu terus mau gue pacarin gitu?? dia bukannya udah punya istri??"
"ih.. belom...belom..belom..." ujarnya cepat. "Eh, maksudnya, belom. Dia belom nikah kok"
"Oh gitu.... kenalin doooong hehe...."
"Ng… boleh boleh... minta nomer lo deh…"
Aku menyebutkan sederet nomer untuknya, dari jauh kulihat bis yang bisa membawaku ke rumah sudah dateng. "Misscall aja ya... gue balik dulu. Jangan lupa lhooo... kenalin sama Relic” aku langsung naik ke bis setelah mengucapkan selamat tinggal padanya, sebenarnya aku berat untuk beranjak dari sisinya, secara gitu, dia kenal sama Relic... cakep pula...tapi apa daya.... omelan bunda lebih memberatkan hatiku he he....


Suara Corey Taylor memenuhi ruang dengarku, aku bangun dari depan meja belajar dan mengambil handphone yang kuletakkan di meja samping tempat tidur. Sebaris nomer asing mengirim pesan padaku.

Indi,ini rino yang td kenalan di halte.Inget gk?mgg dpn downfall maen d nirwana.lo dtg aj,tar gw knalin ma mrk.Mau gk?

Waaaaa.... Rino, si ganteng tadi hihi... dengan segera aku membalas pesan darinya...

pastinya dong gue dateng.. gak mungkin enggaklah.bneran neh mo ngenalin?wah..baik banget dirimu.klo gt,kt janjian aja,ktm d pintu dpn gmn?pst gw dtg deh!!thx yaw!

Selesai menulis pesan aku beranjak menuju meja belajarku. Duh lagi seneng banget nih. Nggak mungkin bisa belajar kalo terlalu excited gini... he he... aku nyalain tape dan langsung terdengar suara merdunya Relic and the gang. Corey Taylor kembali bernyanyi.. pesan baru..

sip,ntar kt janjian lg aja.Pst gw knalin lah.Tp dgn syarat,bsk lo hrs mau gw ajk jalan.Sbentar kok,cm nyari buku bwt referensi tugas gw.Ya mau ya..lo kyknya asik.Jarang lho ad cw yg sk ma downfall…

Widiiih… diajak jalan ma cowok cakep. Apa yang terjadi padaku saat ini?? udah tadi tes bahasa inggis dapet nilai tinggi, kenalan sama cowok keren yang ternyata kenal sama Relic, sekarang diajak jalan ma dia. Wah senangnya hatiku… walaupun dia nggak berencana untuk ngenalin aku ke Relic, aku juga nggak bakal nolak ajakan dia… lumayan punya temen yang tongkrongannya keren hehe..nggak pake lama, langsung kubalas sms darinya..

idiiih… ngejual temen neh critanya?? Hehe.. sip sip.. bsok jam brp?lo jemputlah di skul.Gw skul di sma 5.Kbr2in aj.Ok bos.Iye,gw asik,makanya jgn mpe dilewatkan hehe….


Aku mengaduk-aduk jus tomat yang tadi kupesan. Sambil nunggu pesanan makanan dateng aku ngambil buku yang tadi aku beli di toko. Sebenarnya sih, dibeliin ma Rino, dia maksa mau bayarin, padahal aku udah nyimpen duit buat beli nih buku. Eh malah dibayarin, lumayanlah, duitnya bisa buat nonton downfall besok minggu. Bukannya aku nggak bales pemberian dia, tadi aku sengaja ngasih dia cincin yang bisa nyala dalam gelap, keren kan? Nggak sebanding sih sama harga buku, tapi aku ikhlas kok hehe…
“Makanannya belom dateng Ndi?” Tanya Rino yang baru balik dari toilet. “Lama yaaa… laper nih saya..”
“No, makasih ya bukunya.. lo baik banget seh…“
“Apaan sih, santai aja lagi… kebetulan gue lagi punya duit lebih, besok-besok kan belom tentu gw bisa beliin lo buku . makasih juga ya cincinya. Lucu lho.. tadi gue coba di kamar mandi, eh dia nyala“
“Hihi… sama-sama deh. Eh hari minggu, jadi kan ngenalin gw sama Relic?“
“Iya jadi.. lo beneran suka ya ma dia??“
“Suka banget.. ah, kalo aja dia mau sama gw hehe…“
“Dia mau kok sama lo…. Percaya sama gw hehe…“
“Sok tau… tapi asik kali ya… punya cowok anak band… band gede lagi… ah tapi nggak ah” aku melirik Rino yang lagi konsen banget sama jus semangkanya. Mending sama lo hehe… kataku dalam hati.
“Eh Ndi, gue mau ngomong…“ ujarnya pelan. Matanya yang dinaungi alis tebal tepat memandang ke arahku. “Lo percaya nggak sama love at first sight??”


Aku terdiam di atas kasurku. Mataku menatap ke eternit kamar, satu-satunya tempat yang nggak dipenuhi sama poster-poster bergambar Downfall. Mikirin perkataan Rino tadi sore, setengah nggak percaya kalau dia nembak aku… gila… baru juga kenal, tapi tadi dia bilang kalo dia sudah sering ngelihat aku setiap aku les di kampusnya, dan setelah ngobrol-ngobrol dia makin yakin kalau dia memang suka sama aku. Apalagi dia juga amaze karena aku ngefans sama downfall, agak gak nyambung sebenarnya tapi ya sudahlah, mungkin downfall itu teman-teman dia, jadi dia turut bangga kalo ada orang yang suka ma band itu.
Huuuh.. bener-bener hari yang indah… aku juga masih gak percaya kalo aku mengiyakan ajakan dia untuk pacaran hehe… iseng sih, kan lumayan.. punya cowok ganteng yang satu selera musik….. siapa tau bisa lama hehe… tapi itu berarti aku gak bisa ngegebet Relic lagi doong… ntar kalo dikenalin ternyata Relic ganteng gimanaaa?? Duuuh…. Trus kalo Relic ternyata suka juga sama aku gimanaaa?? Duuuh… kok jadi ngelantur gini…


“Ndi… lo tunggu sini dulu ya…” Rino menggenggam tanganku dan beranjak pergi dari tempat aku berdiri.
“Lo mau kemana? Abis ini downfall lhooo…” teriakku, tapi kayaknya dia nggak denger. Huh.. sendiri lagi dong.. sama saja nggak punya pacar kalau gini sih…
MC kembali nongol di atas panggung, setelah ngomong-ngomong nggak jelas dia memanggil Downfall. Dengan segera aku melupakan Rino… nggak ada yang bisa ngalahin Downfall, terutama Relic hehe… senyumku mengembang makin lebar kalau inget habis ini aku bakal dikenalin ke mereka. Aku berjalan menuju depan, nggak peduli sama cowok-cowok berbaju hitam yang sudah duluan berdiri di depan.. sambil ngucap permisi kesana sini aku bisa juga berdiri dekat panggung, mulai deh aku motretin mereka. Gilaaa… Downfall… gitu lhoo….
Nah ini dia yang paling aku tunggu… Relic sang vokalis berjalan ke tengah panggung. Tepat di hadapanku. Tanganku nggak berenti mencetin shutter kamera, mengarah ke Relic.
“Indi… “ suara berat Relic terdengar. Hah… kok dia manggil aku? Kok dia tau namaku. “Jangan berdiri di situ.. bahaya…“
Nah lho… kok dia bisa ngomong gitu? Apa disuruh Rino ya?? Aku celingukan nyari sosok Rino, siapa tau saja ternyata dia roadienya Downfall…
“Ndi…” tau-tau sosok bertopeng monster itu berjongkok di hadapanku. “ denger gue gak sih? Jangan di sini, nontonnya dari belakang aja… ntar gak gue kenalin sama Relic lhoo… “, ujarnya lagi, tersenyum sambil maenin cincinnya yang berpendar dalam gelap.
Oops……



isu

0 komentar

sakit karena dapet itu tidak menyenangkan
rasanya rindu menggebu terpaksa dipapas
ditendang untuk menghilang.
sudah ya,
saya mau mati dulu

masih bingung

0 komentar

sepanjang karierku yang gemilang
laksana bintang bertebaran di langit malam
apa ya yang sudah aku capai?
yang ada, cuma 'aku capai'
abis liputan enggak santai...

ketemu band terkenal?
ketemu artis terkenal?
dalam dan dari luar?
tulisannya terpampang di majalah mahal?

apa?
apa?

ketika prestasi dipertanyakan

0 komentar

wih, barusan ada yang ngirim imel,
dia nanya soal prestasi selama aku bekerja..
bekerja sebagai model comel,
yang cantik luar biasa..

*sumpah ini buat rima saja*

walau ketawa-tawa,
tapi sebenarnya aku mikir
coba lihat, alisku saja sampai melintir..

iya, aku mikirin
prestasi apa yang sudah aku capai
setelah beberapa tahun jadi jurnalis santai

mmm..
apa ya?

ini sih lebih jadi tamparan,
paling enggak pukulan asal-asalan,
mengingat cita-cita yang belum tersalurkan
mau bikin buku buat dikenang

ah..
jadi malu..

kamu aneh banget sih memang

0 komentar

banyak banget sih yang kayak kamu,
berlari bertepian, lalu mengaduh
jatuh sendiri kok diomongi
mending bantu teman, bukan mencibiri

kamu makin aneh teman,
lihat gigimu..
bukan makin maju
tebal lalu memudar

ah

kamu aneh

0 komentar

ketika raja bulu berdangdut tebal memajukan diri menjadi presiden
tanah air bergolak
pro kontra menggelegak

ya sudah sih,
biarin aja sih,
biar hitam tetap hitam, yang putih makin putih

iri ya?
cih..

rindu dikala senja

0 komentar

wih,
sepi men..
sepi dunia tanpa kamu..

rindu rasanya menggenggam kamu
jalanan kosong melawan arah
pulang saja kamu
tinggalkan rindu

yuk mari!

cuuuusss

kurang-kurangin broh

0 komentar

sejuta tahun berlalu sejak terakhir mengisi kekosongan di layar cokelat yang memutih..
apa susahnya sih menulis?
menggoyangkan telunjuk dan jari-jari yang lain untuk bergerak seperti tarian dalam gerimis?

baiklah..
mulai sekarang..

suuut..
jangan berjanji,
kalau hanya kau ingkari

luangkan waktu sejenak
untuk melamun tapi jangan sampai terinjak

yuk

ke lagu ke labu